BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Melihat konteks historis agama Islam
yang terurai panjang dan selalu menarik untuk dikaji dan dipelajari secara
mendalam, maka akan ditemukan sebuah gambaran perjuangan gigih oleh baginda
nabi besar Muhammad SAW dalam menyebarkan agama yang pada saat ini oleh Michael
Hart dianggap sebagai agama terbesar di dunia, sehingga Michael Hart menjadikan
nabi Muhammad sebagai tokoh pertama di dalam bukunya “100 Tokoh Paling
Berpengaruh dalam Sejarah”.[1]
Hal ini dapat didasarkan dengan keberhasilan
nabi Muhammad dalam menyebarkan agama Islam, selain itu dengan keberadaan
Alquran yang merupakan bentuk mukjizat berupa kitab suci yang diakui kebenaran
serta keasliannya. Alquran merupakan sumber pedoman umat Islam dalam segala
aspek kehidupan serta sendi-sendi kebutuhannya yang beragam serta selalu
berubah dengan perputaran roda zaman. Di dalam Alquran banyak ayat yang
menyebutkan tentang kewajiban umat Islam untuk mengajak kepada kebaikan dan
saling mengingatkan dalam kemunkaran.
Dapat disimpulkan jika agama Islam
mengajarkan bahwa interaksi sesama merupakan sebuah keindahan apabila dihiasi
dengan saling mengingatkan dan mengajak kedalam kebaikan, sehingga pada
dasarnya Islam memberikan rasa solidaritas kepada sesama sebagai bentuk
kebersamaan yang menjadi kekuatan dan karakteristik dari ajaran Islam dalam
bentuk aktivitas.
Berkaitan
dengan kewajiban umat Islam untuk berdakwah yang secara kongkrit telah
terkodifikasi di dalam Alquran, sehingga hal ini berkolerasi dengan materi yang
ditawarkan pada mata kuliah Ilmu Dakwah yang menawarkan pembahasan tentang
dasar hukum dakwah Islam, sehingga penyusunan makalah ini mengangkat judul:
DASAR HUKUM DAKWAH ISLAM. Penyusunan makalah ini diniatkan sebagai salah satu
bahan yang dapat menjadi tambahan literatur pengkajian ajaran Islam yang
tertuang di dalam Alquran, agar dapat memberikan sedikit cahaya keindahan
keilmuan dengan keterbatasan pengetahuan yang dimiliki.
B.
Rumusan
Masalah
Untuk memperjelas gambaran umum atau
agar makalah ini pembahasannya berstruktur, maka pembahasan makalah ini
dirumuskan sebagai berikut:
- Apa dasar hukum pelaksanaan dakwah?
- Bagaimana hukum dakwah?
- Apa saja sifat-sifat dasar dakwah?
C.
Tujuan
Penulisan
Sesuai dengan perumusan masalah, maka
makalah ini disusun dengan tujuan untuk memberikan penjelasan tentang hal
sebagai berikut:
- Dasar hukum pelaksanaan dakwah
- Hukum dakwah
- Sifat-sifat dasar dakwah
[1]Michael Hart, 100 Tokoh Paling
Berpengaruh dalam Sejarah, pent. Mahbub Djunaidi, Jakarta: Dunia Pustaka
Jaya, 1982, versi ebook, http://www.pakdenono.com/
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Dasar
Hukum Pelaksanaan Dakwah
Dakwah merupakan aktivitas yang
bersifat urgen di dalam agama Islam, karena dengan dakwah Islam dapat tersebar
serta diterima oleh masyarakat, dakwah juga berfungsi untuk menata kehidupan
yang agamis menuju keharmonisan dan kebahagiaan masyarakat.[1] Urgensi
dakwah sebagai sebuah aktivitas yang bersifat wajib di dalam Islam sangat jelas
karena pedoman dasar hukum pelaksanaan dakwah terkodifikasi di dalam kitab suci
Alquran dan redaksi Hadis.
1.
Dasar
Kewajiban Dakwah dalam Alquran
Sangat banyak ayat-ayat Alquran yang
menerangkan tentang kewajiban umat Islam untuk berdakwah, terdapat lafal ma’ruf
sebanyak 38 kali dan lafal munkar sebanyak 16 kali,[2] dan
dalil tentang kewajiban dakwah yang terdapat di dalam Alquran di antaranya
adalah sebagai berikut:
a.
QS. An-Nahl
(16) : 125
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya
dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”[3]
Kalimat "ud'uu" yang
dalam kaidah bahasa Arab merupakan bentuk kata kerja perintah yang berarti
ajaklah, menurut kaidah uşul fiqh setiap kalimat perintah yang ada di
dalam Alquran adalah perintah wajib yang harus dipatuhi selama tidak ada dalil
lain yang mengubah atau membuat perintah tersebut menjadi sunnah atau ketetapan
hukum yang lainnya.[4]
Sedangkan kalimat "bi al-hikmah" menurut Datuk Tombak Alam berarti
kebijaksanaan, sehingga dakwah harus dilengkapi dengan beberapa hal sebagai
berikut:[5]
1)
Retorika;
mempelajari ilmu seni berbicara.
2)
Didaktika;
pembicaraan yang mengandung pelajaran.
3)
Mensen-kennis;
ilmu pengetahuan tentang manusia yang dihadapi.
4)
Etika;
tata tertib serta sopan santun dalam berdakwah.
5)
Aestetika;
kata-kata yang indah dalam ajakan berdakwah.
6)
Taktika;
suatu taktik untuk memasukkan ide kepada orang lain.
Dalam pelaksanaan pengabdian dalam
bentuk dakwah kepada masyarakat, diperlukan kemampuan untuk berkomunikasi dalam
arti lain diperlukannya metode tertentu yang tepat dalam berdakwah agar pesan yang
disampaikan dapat diterima oleh masyarakat selaku sasaran dalam berdakwah.[6] Surah
an-Nahl ayat 125 tersebut, selain merupakan bentuk perintah yang
ditujukan kepada seluruh umat Islam untuk berdakwah, juga merupakan tuntunan
cara dalam melaksanakan aktivitas dakwah yang dapat relevan dengan petunjuk yang
terdapat di dalam Alquran.[7]
b.
QS. Ali
Imrân (3) : 110
Artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada
Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di
antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang
fasik.”[8]
Alquran surah Ali Imrân ayat 110 merupakan penegasan bahwa umat nabi Muhammad SAW
merupakan umat terbaik dari umat sebelumnya, hal tersebut karena umat nabi
Muhammad memiliki 3 karakter yang sekaligus menjadi tugas pokok, 3 karakter
tersebut adalah:[9]
1)
Mengajak
kepada kebaikan.
2)
Mencegah
kemunkaran.
3)
Beriman
kepada Allah SWT sebagai pondasi utama untuk segalanya.
Pada intinya berdakwah merupakan
sebuah kewajiban yang diberikan oleh Allah SWT, dan hal tersebut merupakan
tanggung jawab umat Islam agar dapat mengembangkan ajaran-ajaran Islam
sekaligus menjadi aktivitas wajib yang mengajarkan rasa solidaritas terhadap
sesama umat Islam dengan saling mengingatkan dan berbagi kebaikan sebagai
bentuk dari keindahan ajaran agama Islam.
2.
Dasar
Kewajiban Dakwah dalam Hadis
Selain di dalam Alquran, dasar
kewajiban dakwah juga banyak dianjurkan oleh nabi Muhammad SAW di dalam
beberapa Hadis, di antaranya:[10]
a.
Hadis
riwayat imam Muslim: “dari Abi Sa’id al-Khudariyi ra. berkata: aku telah
mendengar Rasulullah bersabda: barang siapa di antara kamu melihat kemunkaran,
maka hendaklah dia mencegah dengan tangannya (kekuatan atau kekuasaan; jika
tidak sanggup, maka cegahlah dengan lidahnya; dan jika tidak mampu, maka
cegahlah dengan hati, dan hal tersebut merupakan selemah-lemah iman.”
b.
Hadis
riwayat imam Tirmiżi: “dari Khużaifah ra. dari nabi SAW bersabda: demi Żat
yang menguasai diriku, haruslah kamu mengajak kepada kebaikan dan haruslah kamu
mencegah perbuatan munkar, atau Allah akan menurunkan siksa-Nya kepadamu
kemudian kamu berdoa kepada-Nya dimana Allah tidak akan mengabulkan
permohonanmu.”
B.
Hukum
Dakwah
Pada dasarnya berdakwah merupakan
tugas pokok para Rasul yang diutus untuk berdakwah kepada kaumnya agar mereka
beriman kepada Allah SWT,[11] akan
tetapi dengan berlandaskan kepada Alquran dan anjuran nabi Muhammad kepada umat
Islam di dalam beberapa Hadis tentang keharusan untuk berdakwah, maka dakwah
juga diwajibkan kepada seluruh umat Islam.
Mengenai hukum dakwah masih terjadi
kontradiksi apakah jenis kewajiban dakwah ditujukan kepada setiap individu atau
kepada sekelompok manusia, perbedaan pendapat tersebut disebabkan perbedaan
pemahaman terhadap dalil naqli (Alquran dan Hadis), dan karena kondisi
pengetahuan dan kemampuan manusia yang beragam dalam memahami Alquran.[12]
Menurut Asmuni Syukir, hukum dakwah adalah
wajib bagi setiap muslim, karena hukum Islam tidak mengharuskan umat Islam
untuk selalu memperoleh hasil yang maksimal, akan tetapi usaha yang diharuskan
maksimal sesuai dengan kemampuan dan keahlian yang dimiliki, sedangkan berhasil
atau tidak dakwah merupakan urusan Allah, hal ini berlandaskan kepada firman
Allah di dalam Alquran surah at-Tahrîm (66) : 6, sebagai berikut:[13]
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa
yang diperintahkan.”[14]
Ibn Taimiyah menyatakan bahwa dakwah
merupakan kewajiban secara kolektif (fardhu kifayah), karena apabila
sekelompok umat telah melaksanakan aktivitas dakwah, maka kewajiban dakwah
sudah terlepas bagi kelompok umat yang lainnya.[15]
Ditambahkan oleh Muhammad Ghozali yang juga menyatakan bahwa umat Islam harus
saling membantu untuk tercapainya tujuan dakwah.[16]
Dari beberapa pendapat tentang hukum
dakwah yang telah diuraikan, maka dapat disimpulkan berdakwah hukumnya wajib
secara kolektif bagi yang mempunyai kemampuan dalam berdakwah, dan dakwah wajib
secara individu dalam menuntut ilmu agar mempunyai kemampuan untuk berdakwah,
karena tidak dapat secara menyeluruh umat Islam hanya berdakwah disebabkan
selain dakwah juga banyak aspek yang harus dipenuhi oleh umat Islam. Selain
itu, tidak dapat dikatakan bahwa dakwah hanya sekedar untuk orang-orang
tertentu, akan tetapi pada dasarnya kewajiban dakwah berada pada bagian yang
menjadi prioritas untuk umat Islam secara menyeluruh.
Nabi Muhammad SAW mewajibkan kepada
semua umat Islam untuk saling mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemunkaran
sesuai dengan kemampuannya masing-masing, sehingga dalam perilaku yang baik
sudah termasuk dalam kategori berdakwah.[17] Secara
umum berdakwah atau dapat dikatakan pengembangan masyarakat ada empat strategi
yaitu:[18]
1.
The
Growth Strategy (strategi pertumbuhan); dimaksudkan
untuk mencapai peningkatan yang cepat dalam nilai ekonomis melalui peningkatan
pendapatan perkapita penduduk, produktivitas, sektor pertanian, permodalan
serta kesempatan kerja yang diiringi kemampuan konsumsi masyarakat, terutama di
pedesaan.
2.
The
Welfare Strategy (strategi kesejahteraan); pada
dasarnya dimaksudkan untuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat.
3.
The
Responsive Strategy (strategi reaksi atau respon);
dimaksudkan untuk menanggapi kebutuhan yang dirumuskan masyarakat sendiri
dengan bantuan pihak luar untuk memperlancar usaha mandiri melalui pengadaan teknologi
dan sumber yang relevan.
4.
The
Integrated or Holistic Strategy (strategi gabungan
atau menyatukan)[19];
secara sistematis strategi ini mengintegrasikan seluruh komponen serta unsur
yang diperlukan demi pencapaian tujuan.
Pihak yang mampu melakukan aktivitas
dakwah dengan memaksimalkan kemampuan serta pengetahuan yang dimiliki, akan
mendapatkan kedudukan yang terhormat dari Allah SWT seperti yang tertera di
dalam Alquran surah Fuşşilat (41) : 33 sebagai berikut:[20]
Artinya: “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang
menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya
aku Termasuk orang-orang yang menyerah diri?”[21]
Dakwah pada hakikatnya merupakan
proses perubahan dan perbaikan, yaitu perubahan yang berazaskan cerminan dari
nilai-nilai Islam, sehingga aktivitas dakwah inherent[22] dengan
sisi antropologi masyarakat sehingga dakwah harus dapat berperan sebagai
pemandu perkembangan budaya masyarakat.[23]
Sebagai kesimpulan, hukum berdakwah
adalah wajib bagi seluruh umat Islam yang mampu melaksanakannya, dan wajib
hukumnya untuk berusaha memperoleh kemampuan untuk berdakwah, sehingga dalam
berdakwah untuk mencapai keberhasilan juga diharuskan untuk mempunyai strategi
baik berupa metode atau model yang digunakan agar dakwah dapat diterima oleh
masyarakat.
C.
Sifat-Sifat
Dasar Dakwah
Secara global, sifat-sifat dakwah
telah disebutkan di dalam Alquran, antara lain sebagai berikut:[24]
1.
Dakwah
harus dilakukan dengan sungguh-sungguh.
2.
Dakwah
kepada kebaikan akan selalu berhadapan dengan dakwah kepada kebathilan;
3.
Tidak akan
menemukan keridhaan seluruh manusia dalam berdakwah;
4.
Jalan
dakwah tidak mulus, akan tetapi selalu menghadapi hambatan.
Dalam mengajak manusia kepada
kebaikan dan meninggalkan keburukan sesuai dengan tuntunan Alquran dan Hadis
tidak harus dengan cara memaksa, melainkan dengan kebijaksanaan dan rasa
toleransi dengan tujuan dakwah dapat diterima berdasarkan keinginan hati serta kesadaran.[25] Jika
memutar kembali fakta sejarah, maka dapat terlihat sejarah dakwah yang
dilakukan oleh Rasulullah dengan keteladanan sifat yang dimiliki oleh beliau,
hal ini didukung dengan sifat-sifat kepemimpinan beliau yang dapat diterima
oleh masyarakat, di antaranya:[26]
1.
Disiplin
Wahyu; sebagai gambaran, nabi Muhammad tidak pernah berkata kecuali didasarkan
kepada Wahyu Allah SWT.
2.
Memberikan
teladan; sebagai pemimpin agama sekaligus pemimpin negara, nabi Muhammad
memberikan teladan yang baik kepada masyarakat selaku umat dan rakyat.
3.
Komunikasi
yang efektif; nabi Muhammad merupakan seorang komunikator yang handal, karena
setiap perkataan, perbuatan, serta persetujuan beliau dapat diterima oleh para
sahabat kemudian diimplementasikan oleh para sahabat melalui jalur transmisi secara
turun menurun.
4.
Dekat
dengan umat; nabi Muhammad berdakwah tidak hanya dengan cara menyampaikan
kepada umatnya, melainkan juga mengadakan hubungan baik dengan umat sehingga
terbina hubungan baik antara beliau dengan umatnya.
5.
Pengkaderan
dan pendelegasian wewenang; urgensi keberadaan kader yang dapat melanjutkan
dakwah merupakan salah satu pemikiran Rasulullah agar perjuangan dakwah tidak
terhenti hanya pada satu masa.
Dakwah dapat ditegakkan secara utuh
apabila memiliki pondasi dua sayap, yaitu syar’iyah yang bermakna segala
kebajikan dan arah dakwah bersandar kepada aturan Alquran dan Hadis, dan
pondasi kauniyah yang bermakna segala aturan, sifat, kebiasaan atau
ketentuan yang terjadi pada alam semesta, kedua pondasi tersebut saling
melengkapi karena efektifitas dan dinamika Islam akan tidak terarah tujuannya
apabila tidak didasarkan kepada rambu-rambu syar’iyah, begitu juga
dengan perihal sebaliknya.[27]
Di dalam dialog internasional tentang
Dakwah Islam dan Misi Kristen pada tahun 1976, Ismail al-Faruqi
merumuskan sifat-sifat dasar dakwah secara umum menjadi 6 bagian, yaitu sebagai
berikut:[28]
1.
Dakwah
bersifat persuasif, bukan koershif; dakwah merupakan bentuk upaya untuk
mempengaruhi manusia untuk menjalankan agama sesuai kesadaran dan kemauan
sendiri, bukan secara paksa karena pemaksaan adalah bentuk pengambilan hak
asasi manusia dalam beragama, sedangkan Islam menjunjung tinggi nilai dari hak
asasi manusia.
2.
Dakwah
ditujukan kepada pemeluk Islam dan non-Islam; hal ini karena dakwah merupakan
bentuk penyebarluasan ajaran Islam untuk seluruh umat di muka bumi, untuk orang
yang sudah beragama Islam agar meningkatkan kualitas keimanan dan yang
non-Islam agar mau menerima agama Islam sebagai agama kebenaran.
3.
Dakwah
adalah anamesis atau berusaha mengembalikan fitrah manusia; relevan
dengan firman Allah di dalam Alquran surah ar-Rûm (30) : 30, yang pada intinya
fitrah manusia sejak lahir adalah menerima kebenaran Islam.
4.
Dakwah
bukan pembawa psikotrapik; dakwah Islam bukan berbentuk pemindahan emosi atau
sebuah ilusi yang bersifat magis, melainkan suatu fakta yang dapat memberikan
pemahaman dengan penuh kesadaran dan kerelaan.
5.
Dakwah
adalah rational intellection; dakwah tidak didasarkan kepada tradisi
atau kewenangan seseorang, melainkan suatu proses kritis dari rasional
intelektual yang berdasarkan dengan sifatnya yang tidak dogmatis, hal ini karena
pelaku dakwah bukan sebagai perwakilan dari suatu sistem kekuasaan, akan tetapi
para pemikir yang bekerjasama dengan mau menerima dakwah secara sadar tanpa
terpaksa oleh kekuasaan yang dimiliki oleh seorang pendakwah.
6.
Dakwah
adalah rationally necessary; dakwah merupakan suatu prestasi atau
penyajian dan penilaian kritis bagi nilai-nilai kebenaran serta relevansinya
adalah kepada manusia.
Dapat diketahui
bahwa dakwah bersifat toleran terhadap kebutuhan manusia, sehingga dalam
berdakwah tidak ada istilah pengambilan hak asasi manusia secara paksa, akan
tetapi mempunyai tujuan yang jelas, dan dakwah bersifat relevan terhadap segala
aspek kehidupan manusia karena merupakan buah dari hasil berfikir kritis secara
rasional untuk mempertemukan kebenaran agar bisa disampaikan kepada manusia.
Seorang pelaku
dakwah bertanggung jawab terhadap agamanya dan harus yakin bahwa jalan untuk
menegakkan agama Allah adalah dengan berdakwah.[29] Setiap
situasi selalu membutuhkan sikap yang tepat dengan landasan pengetahuan yang
benar,[30]
sehingga tidak kalah penting apabila nilai moral menjadi pegangan dalam
menyampaikan dakwah agar dapat diterima oleh masyarakat, seperti yang dilakukan
oleh Rasulullah ketika berdakwah menyebarkan ajaran Islam.
[1]M. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, Jakarta:
Kencana, 2004, h. 37.
[2]Ibn Taimiyah, Manhaj Dakwah Salafiyah,
pent. Amiruddin, dari judul asli, al-Amru bi al-Ma’rûf wa al-Nahyi ‘an
al-Munkar, Jakarta: Pustaka Azzam, 2001, h. 13.
[3]Mohammad Taufiq, Quran in The Word
Ver1.2.0, Taufiq Product, moh.taufiq@gmail.com QS 16: 125.
[4]M. Toha Yahya Omar, Islam dan Dakwah,
Jakarta: Al-Mawardi Prima, 2004, h. 71.
[5]Datuk Tombak Alam, Kunci Sukses
Penerangan dan Dakwah, Jakarta: Rineka Cipta, 1990, h. 4.
[6]Rosyidi, “Mujadalah sebagai Metode Dakwah”,
Menara Intan, Vol. 22 no. 2, Desember 2004, h. 27.
[7]M. Ali Aziz, Ilmu Dakwah…, h. 38.
[8]Mohammad Taufiq, Quran in the Word…,
QS 3: 110.
[9]M. Ali Aziz, Ilmu Dakwah…, h. 38.
[10]Ibid., h. 41.
[11]Alwisral
Imam Zaidalah dan Khaidir Khatib Bandaro, Strategi Dakwah dalam Mwmbentuk
Diri dan Khatib Profesional, Cetakan Kedua, Jakarta: Kalam Mulia, 2005, h.
9.
[12]Pada
dasarnya yang menjadi kontradiksi adalah surah Ali Imran (3) : 104:
Artinya: “Dan
hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah
orang-orang yang beruntung.” Lihat M. Ali Aziz, Ilmu Dakwah…, h. 42.
[13]Asmuni
Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya: Al-Ikhlas,
1983, h. 27.
[14]Mohammad Taufiq, Quran in the Word…,
QS 66: 6.
[15] Ibn Taimiyah, Manhaj Dakwah…, h.
14.
[16]M. Ali Aziz, Ilmu Dakwah…, h. 44.
[17]Alwisral Imam Zaidalah dan Khaidir Khatib
Bandaro, Strategi Dakwah…, h. 18.
[18]Miftahur Rosyidah, “Konsep Dakwah
Kontemporer (Suatu Landasan Aksi dalam Membangun Masyarakat)”, Emperisma,
Vol. 10. no. 1, Januari - Juni 2003, h.83-85.
[19]John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus
Inggris-Indonesia, dari judul asli, An English-Indonesian Dictionary,
Cetakan XXV, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003, h. 326.
[20]MH. Israr, Retorika dan Dakwah Islam Era
Modern, Jakarta: Firdaus, 1993, h. 41-42.
[21]Mohammad Taufiq, Quran in the Word…,
QS 41: 33.
[22]Melekat, yang menjadi sifatnya. Lihat John
M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia…, h. 322.
[23]Dudung Abdul Rohman, “Dakwah Kultural dalam
Alquran”, Majalah Tabligh, No. 1 Th. VII, April 2009, h. 35.
[24]M. Ali Aziz, Ilmu Dakwah…, h. 46-47.
[25]MH. Israr, Retorika dan Dakwah…, h.
45.
[27]Suharna Surapranata, “Grand Strategy Dakwah
PK Sejahtera”, Jurnal Badan Perencanaan Dakwah, Vol. 1. Th. 1, Juni
2006, h. 3.
[28] M. Ali Aziz, Ilmu Dakwah…, h.
47-53.
[29]Majdi al-Hilali, 38 Sifat Generasi
Unggulan, pent. Anggota LESPISI Kairo-Mesir, dari judul asli, Falnabda’
bi anfusinâ, Jakarta: Gema Insani Press, 1999, h. 59.
[30]M. Quraish Shihab, Lentera Hati: Kisah
dan Hikmah Kehidupan, cetakan XX, Bandung: Mizan, 2000, h. 290.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sebagai penjelasan terhadap
pembahasan yang telah diuraikan secara komprehensif pada bab II, maka
kesimpulan yang dapat diambil dengan relevansi terhadap perumusan masalah
adalah sebagai berikut:
- Dasar hukum dakwah Islam adalah Alquran dan Hadis, karena keduanya merupakan sumber pokok dari segala hal yang berkaitan dengan ajaran Islam, sama halnya dengan aspek-aspek ajaran Islam lainya yang juga berlandaskan kepada Alquran dan Hadis, selain kemudian terdapat penjelasan lebih lanjut dari para ahli agama masa dulu, sekarang, dan yang akan datang dengan tetap berlandaskan kepada Alquran dan Hadis.
- Hukum dakwah adalah fardhu kifayah, atau menjadi kewajiban secara kolektif bagi umat Islam yang mempunyai kemampuan dan pengetahuan untuk melaksanakan aktivitas dakwah, akan tetapi pada dasarnya adalah kewajiban individu untuk berusaha memperoleh pengetahuan agar dapat melaksanakan dakwah.
- Sifat-sifat dasar dakwah adalah relevan dengan segala kebutuhan dan kebiasaan orang yang akan menerima dakwah, sehingga dalam prosesnya tidak ada pengambilan hak asasi manusia secara paksa dalam beragama atau memaksa untuk melaksanakan kebaikan, tetapi lebih dominan dakwah bersifat kesadaran dari orang yang menerima dakwah itu sendiri.
B.
Saran
Sebagai manusia yang selalu lalai dan
lupa, tentu selalu membutuhkan kritik dan saran yang dapat memberikan motivasi
untuk inovasi selanjutnya. Semoga makalah sederhana yang merupakan bentuk kecil
dari sejuta karya besar ini dapat memberikan manfaat yang sangat besar bagi mereka
yang haus akan tambahan pengetahuan dan mereka yang menginginkan pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
Aziz, M. Ali, Ilmu Dakwah, Jakarta: Kencana,
2004.
Datuk Tombak Alam, Kunci Sukses Penerangan dan
Dakwah, Jakarta: Rineka Cipta, 1990.
Echols, John M., dan Hassan Shadily, Kamus
Inggris-Indonesia, dari judul asli, An English-Indonesian Dictionary,
Cetakan XXV, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003.
Hart, Michael, 100 Tokoh Paling Berpengaruh dalam
Sejarah, pent. Mahbub Djunaidi, Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1982, versi
ebook, http://www.pakdenono.com/
Hilali, Majdi, 38 Sifat Generasi Unggulan,
pent. Anggota LESPISI Kairo-Mesir, dari judul asli, Falnabda’ bi anfusinâ,
Jakarta: Gema Insani Press, 1999.
Ibn Taimiyah, Manhaj Dakwah Salafiyah, pent.
Amiruddin, dari judul asli, al-Amru bi al-Ma’rûf wa al-Nahyi ‘an al-Munkar,
Jakarta: Pustaka Azzam, 2001.
M. Quraish Shihab, Lentera Hati: Kisah dan Hikmah
Kehidupan, cetakan XX, Bandung: Mizan, 2000.
MH. Israr, Retorika dan Dakwah Islam Era Modern,
Jakarta: Firdaus, 1993.
Omar, M. Toha Yahya, Islam dan Dakwah,
Jakarta: Al-Mawardi Prima, 2004.
Rohman, Dudung Abdul, “Dakwah Kultural dalam
Alquran”, Majalah Tabligh, No. 1 Th. VII, April 2009.
Rosyidah, Miftahur, “Konsep Dakwah Kontemporer (Suatu
Landasan Aksi dalam Membangun Masyarakat)”, Emperisma, Vol. 10. no. 1,
Januari - Juni 2003.
Rosyidi, “Mujadalah sebagai Metode Dakwah”, Menara
Intan, Vol. 22 no. 2, Desember 2004.
Suharna Surapranata, “Grand Strategy Dakwah PK
Sejahtera”, Jurnal Badan Perencanaan Dakwah, Vol. 1. Th. 1, Juni 2006.
Syukir, Asmuni, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam,
Surabaya: Al-Ikhlas, 1983.
Taufiq, Mohammad, Quran in The Word Ver1.2.0,
Taufiq Product, moh.taufiq@gmail.com
Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Skripsi, Palangka
Raya: STAIN Palangka Raya, 2007. (Panduan Penulisan)
Zaidalah, Alwisral Imam, dan Khaidir Khatib Bandaro, Strategi
Dakwah dalam Mwmbentuk Diri dan Khatib Profesional, Cetakan Kedua, Jakarta:
Kalam Mulia, 2005.
http://ghazwy.multiply.com/journal/item/18.
alhamdulillah
BalasHapusalhamdulilah terimaksih atas pengetahuanny mengenai dakwah.
BalasHapusManfaat wortel
Sistem eksresi
sama-sama semoga bisa jadi amal jariyah... amin
HapusSiiip
BalasHapus