Minggu, 04 Maret 2012

Ilmu Dakwah: DASAR HUKUM DAKWAH ISLAM


BAB I
PENDAHULUAN



A.    Latar Belakang
Melihat konteks historis agama Islam yang terurai panjang dan selalu menarik untuk dikaji dan dipelajari secara mendalam, maka akan ditemukan sebuah gambaran perjuangan gigih oleh baginda nabi besar Muhammad SAW dalam menyebarkan agama yang pada saat ini oleh Michael Hart dianggap sebagai agama terbesar di dunia, sehingga Michael Hart menjadikan nabi Muhammad sebagai tokoh pertama di dalam bukunya “100 Tokoh Paling Berpengaruh dalam Sejarah”.[1]
Hal ini dapat didasarkan dengan keberhasilan nabi Muhammad dalam menyebarkan agama Islam, selain itu dengan keberadaan Alquran yang merupakan bentuk mukjizat berupa kitab suci yang diakui kebenaran serta keasliannya. Alquran merupakan sumber pedoman umat Islam dalam segala aspek kehidupan serta sendi-sendi kebutuhannya yang beragam serta selalu berubah dengan perputaran roda zaman. Di dalam Alquran banyak ayat yang menyebutkan tentang kewajiban umat Islam untuk mengajak kepada kebaikan dan saling mengingatkan dalam kemunkaran.
Dapat disimpulkan jika agama Islam mengajarkan bahwa interaksi sesama merupakan sebuah keindahan apabila dihiasi dengan saling mengingatkan dan mengajak kedalam kebaikan, sehingga pada dasarnya Islam memberikan rasa solidaritas kepada sesama sebagai bentuk kebersamaan yang menjadi kekuatan dan karakteristik dari ajaran Islam dalam bentuk aktivitas.
Berkaitan dengan kewajiban umat Islam untuk berdakwah yang secara kongkrit telah terkodifikasi di dalam Alquran, sehingga hal ini berkolerasi dengan materi yang ditawarkan pada mata kuliah Ilmu Dakwah yang menawarkan pembahasan tentang dasar hukum dakwah Islam, sehingga penyusunan makalah ini mengangkat judul: DASAR HUKUM DAKWAH ISLAM. Penyusunan makalah ini diniatkan sebagai salah satu bahan yang dapat menjadi tambahan literatur pengkajian ajaran Islam yang tertuang di dalam Alquran, agar dapat memberikan sedikit cahaya keindahan keilmuan dengan keterbatasan pengetahuan yang dimiliki.
B.     Rumusan Masalah
Untuk memperjelas gambaran umum atau agar makalah ini pembahasannya berstruktur, maka pembahasan makalah ini dirumuskan sebagai berikut:
  1. Apa dasar hukum pelaksanaan dakwah?
  2. Bagaimana hukum dakwah?
  3. Apa saja sifat-sifat dasar dakwah?
C.    Tujuan Penulisan
Sesuai dengan perumusan masalah, maka makalah ini disusun dengan tujuan untuk memberikan penjelasan tentang hal sebagai berikut:
  1. Dasar hukum pelaksanaan dakwah
  2. Hukum dakwah
  3. Sifat-sifat dasar dakwah





[1]Michael Hart, 100 Tokoh Paling Berpengaruh dalam Sejarah, pent. Mahbub Djunaidi, Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1982, versi ebook, http://www.pakdenono.com/


BAB II
PEMBAHASAN



A.    Dasar Hukum Pelaksanaan Dakwah
Dakwah merupakan aktivitas yang bersifat urgen di dalam agama Islam, karena dengan dakwah Islam dapat tersebar serta diterima oleh masyarakat, dakwah juga berfungsi untuk menata kehidupan yang agamis menuju keharmonisan dan kebahagiaan masyarakat.[1] Urgensi dakwah sebagai sebuah aktivitas yang bersifat wajib di dalam Islam sangat jelas karena pedoman dasar hukum pelaksanaan dakwah terkodifikasi di dalam kitab suci Alquran dan redaksi Hadis.
1.      Dasar Kewajiban Dakwah dalam Alquran
Sangat banyak ayat-ayat Alquran yang menerangkan tentang kewajiban umat Islam untuk berdakwah, terdapat lafal ma’ruf sebanyak 38 kali dan lafal munkar sebanyak 16 kali,[2] dan dalil tentang kewajiban dakwah yang terdapat di dalam Alquran di antaranya adalah sebagai berikut:
a.       QS. An-Nahl (16) : 125

Artinya:    “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”[3]

Kalimat "ud'uu" yang dalam kaidah bahasa Arab merupakan bentuk kata kerja perintah yang berarti ajaklah, menurut kaidah uşul fiqh setiap kalimat perintah yang ada di dalam Alquran adalah perintah wajib yang harus dipatuhi selama tidak ada dalil lain yang mengubah atau membuat perintah tersebut menjadi sunnah atau ketetapan hukum yang lainnya.[4]
Sedangkan kalimat "bi al-hikmah" menurut Datuk Tombak Alam berarti kebijaksanaan, sehingga dakwah harus dilengkapi dengan beberapa hal sebagai berikut:[5]
1)      Retorika; mempelajari ilmu seni berbicara.
2)      Didaktika; pembicaraan yang mengandung pelajaran.
3)      Mensen-kennis; ilmu pengetahuan tentang manusia yang dihadapi.
4)      Etika; tata tertib serta sopan santun dalam berdakwah.
5)      Aestetika; kata-kata yang indah dalam ajakan berdakwah.
6)      Taktika; suatu taktik untuk memasukkan ide kepada orang lain.
Dalam pelaksanaan pengabdian dalam bentuk dakwah kepada masyarakat, diperlukan kemampuan untuk berkomunikasi dalam arti lain diperlukannya metode tertentu yang tepat dalam berdakwah agar pesan yang disampaikan dapat diterima oleh masyarakat selaku sasaran dalam berdakwah.[6] Surah an-Nahl ayat 125 tersebut, selain merupakan bentuk perintah yang ditujukan kepada seluruh umat Islam untuk berdakwah, juga merupakan tuntunan cara dalam melaksanakan aktivitas dakwah yang dapat relevan dengan petunjuk yang terdapat di dalam Alquran.[7]
b.      QS. Ali Imrân (3) : 110

Artinya:     “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.[8]

Alquran surah Ali Imrân ayat 110 merupakan penegasan bahwa umat nabi Muhammad SAW merupakan umat terbaik dari umat sebelumnya, hal tersebut karena umat nabi Muhammad memiliki 3 karakter yang sekaligus menjadi tugas pokok, 3 karakter tersebut adalah:[9]
1)      Mengajak kepada kebaikan.
2)      Mencegah kemunkaran.
3)      Beriman kepada Allah SWT sebagai pondasi utama untuk segalanya.
Pada intinya berdakwah merupakan sebuah kewajiban yang diberikan oleh Allah SWT, dan hal tersebut merupakan tanggung jawab umat Islam agar dapat mengembangkan ajaran-ajaran Islam sekaligus menjadi aktivitas wajib yang mengajarkan rasa solidaritas terhadap sesama umat Islam dengan saling mengingatkan dan berbagi kebaikan sebagai bentuk dari keindahan ajaran agama Islam.
2.      Dasar Kewajiban Dakwah dalam Hadis
Selain di dalam Alquran, dasar kewajiban dakwah juga banyak dianjurkan oleh nabi Muhammad SAW di dalam beberapa Hadis, di antaranya:[10]
a.       Hadis riwayat imam Muslim: “dari Abi Sa’id al-Khudariyi ra. berkata: aku telah mendengar Rasulullah bersabda: barang siapa di antara kamu melihat kemunkaran, maka hendaklah dia mencegah dengan tangannya (kekuatan atau kekuasaan; jika tidak sanggup, maka cegahlah dengan lidahnya; dan jika tidak mampu, maka cegahlah dengan hati, dan hal tersebut merupakan selemah-lemah iman.”
b.      Hadis riwayat imam Tirmiżi: “dari Khużaifah ra. dari nabi SAW bersabda: demi Żat yang menguasai diriku, haruslah kamu mengajak kepada kebaikan dan haruslah kamu mencegah perbuatan munkar, atau Allah akan menurunkan siksa-Nya kepadamu kemudian kamu berdoa kepada-Nya dimana Allah tidak akan mengabulkan permohonanmu.”
B.     Hukum Dakwah
Pada dasarnya berdakwah merupakan tugas pokok para Rasul yang diutus untuk berdakwah kepada kaumnya agar mereka beriman kepada Allah SWT,[11] akan tetapi dengan berlandaskan kepada Alquran dan anjuran nabi Muhammad kepada umat Islam di dalam beberapa Hadis tentang keharusan untuk berdakwah, maka dakwah juga diwajibkan kepada seluruh umat Islam.
Mengenai hukum dakwah masih terjadi kontradiksi apakah jenis kewajiban dakwah ditujukan kepada setiap individu atau kepada sekelompok manusia, perbedaan pendapat tersebut disebabkan perbedaan pemahaman terhadap dalil naqli (Alquran dan Hadis), dan karena kondisi pengetahuan dan kemampuan manusia yang beragam dalam memahami Alquran.[12]
Menurut Asmuni Syukir, hukum dakwah adalah wajib bagi setiap muslim, karena hukum Islam tidak mengharuskan umat Islam untuk selalu memperoleh hasil yang maksimal, akan tetapi usaha yang diharuskan maksimal sesuai dengan kemampuan dan keahlian yang dimiliki, sedangkan berhasil atau tidak dakwah merupakan urusan Allah, hal ini berlandaskan kepada firman Allah di dalam Alquran surah at-Tahrîm (66) : 6, sebagai berikut:[13]
  
Artinya:    “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”[14]

Ibn Taimiyah menyatakan bahwa dakwah merupakan kewajiban secara kolektif (fardhu kifayah), karena apabila sekelompok umat telah melaksanakan aktivitas dakwah, maka kewajiban dakwah sudah terlepas bagi kelompok umat yang lainnya.[15] Ditambahkan oleh Muhammad Ghozali yang juga menyatakan bahwa umat Islam harus saling membantu untuk tercapainya tujuan dakwah.[16]
Dari beberapa pendapat tentang hukum dakwah yang telah diuraikan, maka dapat disimpulkan berdakwah hukumnya wajib secara kolektif bagi yang mempunyai kemampuan dalam berdakwah, dan dakwah wajib secara individu dalam menuntut ilmu agar mempunyai kemampuan untuk berdakwah, karena tidak dapat secara menyeluruh umat Islam hanya berdakwah disebabkan selain dakwah juga banyak aspek yang harus dipenuhi oleh umat Islam. Selain itu, tidak dapat dikatakan bahwa dakwah hanya sekedar untuk orang-orang tertentu, akan tetapi pada dasarnya kewajiban dakwah berada pada bagian yang menjadi prioritas untuk umat Islam secara menyeluruh.
Nabi Muhammad SAW mewajibkan kepada semua umat Islam untuk saling mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemunkaran sesuai dengan kemampuannya masing-masing, sehingga dalam perilaku yang baik sudah termasuk dalam kategori berdakwah.[17] Secara umum berdakwah atau dapat dikatakan pengembangan masyarakat ada empat strategi yaitu:[18]
1.      The Growth Strategy (strategi pertumbuhan); dimaksudkan untuk mencapai peningkatan yang cepat dalam nilai ekonomis melalui peningkatan pendapatan perkapita penduduk, produktivitas, sektor pertanian, permodalan serta kesempatan kerja yang diiringi kemampuan konsumsi masyarakat, terutama di pedesaan.
2.      The Welfare Strategy (strategi kesejahteraan); pada dasarnya dimaksudkan untuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat.
3.      The Responsive Strategy (strategi reaksi atau respon); dimaksudkan untuk menanggapi kebutuhan yang dirumuskan masyarakat sendiri dengan bantuan pihak luar untuk memperlancar usaha mandiri melalui pengadaan teknologi dan sumber yang relevan.
4.      The Integrated or Holistic Strategy (strategi gabungan atau menyatukan)[19]; secara sistematis strategi ini mengintegrasikan seluruh komponen serta unsur yang diperlukan demi pencapaian tujuan.
Pihak yang mampu melakukan aktivitas dakwah dengan memaksimalkan kemampuan serta pengetahuan yang dimiliki, akan mendapatkan kedudukan yang terhormat dari Allah SWT seperti yang tertera di dalam Alquran surah Fuşşilat (41) : 33 sebagai berikut:[20]

Artinya:    “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang menyerah diri?”[21]

Dakwah pada hakikatnya merupakan proses perubahan dan perbaikan, yaitu perubahan yang berazaskan cerminan dari nilai-nilai Islam, sehingga aktivitas dakwah inherent[22] dengan sisi antropologi masyarakat sehingga dakwah harus dapat berperan sebagai pemandu perkembangan budaya masyarakat.[23]
Sebagai kesimpulan, hukum berdakwah adalah wajib bagi seluruh umat Islam yang mampu melaksanakannya, dan wajib hukumnya untuk berusaha memperoleh kemampuan untuk berdakwah, sehingga dalam berdakwah untuk mencapai keberhasilan juga diharuskan untuk mempunyai strategi baik berupa metode atau model yang digunakan agar dakwah dapat diterima oleh masyarakat.
C.    Sifat-Sifat Dasar Dakwah
Secara global, sifat-sifat dakwah telah disebutkan di dalam Alquran, antara lain sebagai berikut:[24]
1.      Dakwah harus dilakukan dengan sungguh-sungguh.
2.      Dakwah kepada kebaikan akan selalu berhadapan dengan dakwah kepada kebathilan;
3.      Tidak akan menemukan keridhaan seluruh manusia dalam berdakwah;
4.      Jalan dakwah tidak mulus, akan tetapi selalu menghadapi hambatan.
Dalam mengajak manusia kepada kebaikan dan meninggalkan keburukan sesuai dengan tuntunan Alquran dan Hadis tidak harus dengan cara memaksa, melainkan dengan kebijaksanaan dan rasa toleransi dengan tujuan dakwah dapat diterima berdasarkan keinginan hati serta kesadaran.[25] Jika memutar kembali fakta sejarah, maka dapat terlihat sejarah dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah dengan keteladanan sifat yang dimiliki oleh beliau, hal ini didukung dengan sifat-sifat kepemimpinan beliau yang dapat diterima oleh masyarakat, di antaranya:[26]
1.      Disiplin Wahyu; sebagai gambaran, nabi Muhammad tidak pernah berkata kecuali didasarkan kepada Wahyu Allah SWT.
2.      Memberikan teladan; sebagai pemimpin agama sekaligus pemimpin negara, nabi Muhammad memberikan teladan yang baik kepada masyarakat selaku umat dan rakyat.
3.      Komunikasi yang efektif; nabi Muhammad merupakan seorang komunikator yang handal, karena setiap perkataan, perbuatan, serta persetujuan beliau dapat diterima oleh para sahabat kemudian diimplementasikan oleh para sahabat melalui jalur transmisi secara turun menurun.
4.      Dekat dengan umat; nabi Muhammad berdakwah tidak hanya dengan cara menyampaikan kepada umatnya, melainkan juga mengadakan hubungan baik dengan umat sehingga terbina hubungan baik antara beliau dengan umatnya.
5.      Pengkaderan dan pendelegasian wewenang; urgensi keberadaan kader yang dapat melanjutkan dakwah merupakan salah satu pemikiran Rasulullah agar perjuangan dakwah tidak terhenti hanya pada satu masa.
Dakwah dapat ditegakkan secara utuh apabila memiliki pondasi dua sayap, yaitu syar’iyah yang bermakna segala kebajikan dan arah dakwah bersandar kepada aturan Alquran dan Hadis, dan pondasi kauniyah yang bermakna segala aturan, sifat, kebiasaan atau ketentuan yang terjadi pada alam semesta, kedua pondasi tersebut saling melengkapi karena efektifitas dan dinamika Islam akan tidak terarah tujuannya apabila tidak didasarkan kepada rambu-rambu syar’iyah, begitu juga dengan perihal sebaliknya.[27]
Di dalam dialog internasional tentang Dakwah Islam dan Misi Kristen pada tahun 1976, Ismail al-Faruqi merumuskan sifat-sifat dasar dakwah secara umum menjadi 6 bagian, yaitu sebagai berikut:[28]
1.      Dakwah bersifat persuasif, bukan koershif; dakwah merupakan bentuk upaya untuk mempengaruhi manusia untuk menjalankan agama sesuai kesadaran dan kemauan sendiri, bukan secara paksa karena pemaksaan adalah bentuk pengambilan hak asasi manusia dalam beragama, sedangkan Islam menjunjung tinggi nilai dari hak asasi manusia.
2.      Dakwah ditujukan kepada pemeluk Islam dan non-Islam; hal ini karena dakwah merupakan bentuk penyebarluasan ajaran Islam untuk seluruh umat di muka bumi, untuk orang yang sudah beragama Islam agar meningkatkan kualitas keimanan dan yang non-Islam agar mau menerima agama Islam sebagai agama kebenaran.
3.      Dakwah adalah anamesis atau berusaha mengembalikan fitrah manusia; relevan dengan firman Allah di dalam Alquran surah ar-Rûm (30) : 30, yang pada intinya fitrah manusia sejak lahir adalah menerima kebenaran Islam.
4.      Dakwah bukan pembawa psikotrapik; dakwah Islam bukan berbentuk pemindahan emosi atau sebuah ilusi yang bersifat magis, melainkan suatu fakta yang dapat memberikan pemahaman dengan penuh kesadaran dan kerelaan.
5.      Dakwah adalah rational intellection; dakwah tidak didasarkan kepada tradisi atau kewenangan seseorang, melainkan suatu proses kritis dari rasional intelektual yang berdasarkan dengan sifatnya yang tidak dogmatis, hal ini karena pelaku dakwah bukan sebagai perwakilan dari suatu sistem kekuasaan, akan tetapi para pemikir yang bekerjasama dengan mau menerima dakwah secara sadar tanpa terpaksa oleh kekuasaan yang dimiliki oleh seorang pendakwah.
6.      Dakwah adalah rationally necessary; dakwah merupakan suatu prestasi atau penyajian dan penilaian kritis bagi nilai-nilai kebenaran serta relevansinya adalah kepada manusia.
Dapat diketahui bahwa dakwah bersifat toleran terhadap kebutuhan manusia, sehingga dalam berdakwah tidak ada istilah pengambilan hak asasi manusia secara paksa, akan tetapi mempunyai tujuan yang jelas, dan dakwah bersifat relevan terhadap segala aspek kehidupan manusia karena merupakan buah dari hasil berfikir kritis secara rasional untuk mempertemukan kebenaran agar bisa disampaikan kepada manusia.
Seorang pelaku dakwah bertanggung jawab terhadap agamanya dan harus yakin bahwa jalan untuk menegakkan agama Allah adalah dengan berdakwah.[29] Setiap situasi selalu membutuhkan sikap yang tepat dengan landasan pengetahuan yang benar,[30] sehingga tidak kalah penting apabila nilai moral menjadi pegangan dalam menyampaikan dakwah agar dapat diterima oleh masyarakat, seperti yang dilakukan oleh Rasulullah ketika berdakwah menyebarkan ajaran Islam.



[1]M. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, Jakarta: Kencana, 2004, h. 37.

[2]Ibn Taimiyah, Manhaj Dakwah Salafiyah, pent. Amiruddin, dari judul asli, al-Amru bi al-Ma’rûf wa al-Nahyi ‘an al-Munkar, Jakarta: Pustaka Azzam, 2001, h. 13.


[3]Mohammad Taufiq, Quran in The Word Ver1.2.0, Taufiq Product, moh.taufiq@gmail.com QS 16: 125.

[4]M. Toha Yahya Omar, Islam dan Dakwah, Jakarta: Al-Mawardi Prima, 2004, h. 71.

[5]Datuk Tombak Alam, Kunci Sukses Penerangan dan Dakwah, Jakarta: Rineka Cipta, 1990, h. 4.


[6]Rosyidi, “Mujadalah sebagai Metode Dakwah”, Menara Intan, Vol. 22 no. 2, Desember 2004, h. 27.

[7]M. Ali Aziz, Ilmu Dakwah…, h. 38.

[8]Mohammad Taufiq, Quran in the Word…, QS 3: 110.

[9]M. Ali Aziz, Ilmu Dakwah…, h. 38.


[10]Ibid., h. 41.

[11]Alwisral Imam Zaidalah dan Khaidir Khatib Bandaro, Strategi Dakwah dalam Mwmbentuk Diri dan Khatib Profesional, Cetakan Kedua, Jakarta: Kalam Mulia, 2005, h. 9.

[12]Pada dasarnya yang menjadi kontradiksi adalah surah Ali Imran (3) : 104:  

Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.” Lihat M. Ali Aziz, Ilmu Dakwah…, h. 42.

[13]Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya: Al-Ikhlas, 1983,      h. 27.

[14]Mohammad Taufiq, Quran in the Word…, QS 66: 6.

[15] Ibn Taimiyah, Manhaj Dakwah…, h. 14.

[16]M. Ali Aziz, Ilmu Dakwah…, h. 44.

[17]Alwisral Imam Zaidalah dan Khaidir Khatib Bandaro, Strategi Dakwah…, h. 18.

[18]Miftahur Rosyidah, “Konsep Dakwah Kontemporer (Suatu Landasan Aksi dalam Membangun Masyarakat)”, Emperisma, Vol. 10. no. 1, Januari - Juni 2003, h.83-85.


[19]John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, dari judul asli, An English-Indonesian Dictionary, Cetakan XXV, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003, h. 326.

[20]MH. Israr, Retorika dan Dakwah Islam Era Modern, Jakarta: Firdaus, 1993, h. 41-42.

[21]Mohammad Taufiq, Quran in the Word…, QS 41: 33.

[22]Melekat, yang menjadi sifatnya. Lihat John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia…, h. 322.

[23]Dudung Abdul Rohman, “Dakwah Kultural dalam Alquran”, Majalah Tabligh, No. 1 Th. VII, April 2009, h. 35.

[24]M. Ali Aziz, Ilmu Dakwah…, h. 46-47.

[25]MH. Israr, Retorika dan Dakwah…, h. 45.

[26]http://ghazwy.multiply.com/journal/item/18 (online 07 Oktober 2010).

[27]Suharna Surapranata, “Grand Strategy Dakwah PK Sejahtera”, Jurnal Badan Perencanaan Dakwah, Vol. 1. Th. 1, Juni 2006, h. 3.

[28] M. Ali Aziz, Ilmu Dakwah…, h. 47-53.

[29]Majdi al-Hilali, 38 Sifat Generasi Unggulan, pent. Anggota LESPISI Kairo-Mesir, dari judul asli, Falnabda’ bi anfusinâ, Jakarta: Gema Insani Press, 1999, h. 59.

[30]M. Quraish Shihab, Lentera Hati: Kisah dan Hikmah Kehidupan, cetakan XX, Bandung: Mizan, 2000, h. 290.

BAB III
PENUTUP



A.    Kesimpulan
Sebagai penjelasan terhadap pembahasan yang telah diuraikan secara komprehensif pada bab II, maka kesimpulan yang dapat diambil dengan relevansi terhadap perumusan masalah adalah sebagai berikut:
  1. Dasar hukum dakwah Islam adalah Alquran dan Hadis, karena keduanya merupakan sumber pokok dari segala hal yang berkaitan dengan ajaran Islam, sama halnya dengan aspek-aspek ajaran Islam lainya yang juga berlandaskan kepada Alquran dan Hadis, selain kemudian terdapat penjelasan lebih lanjut dari para ahli agama masa dulu, sekarang, dan yang akan datang dengan tetap berlandaskan kepada Alquran dan Hadis.
  2. Hukum dakwah adalah fardhu kifayah, atau menjadi kewajiban secara kolektif bagi umat Islam yang mempunyai kemampuan dan pengetahuan untuk melaksanakan aktivitas dakwah, akan tetapi pada dasarnya adalah kewajiban individu untuk berusaha memperoleh pengetahuan agar dapat melaksanakan dakwah.
  3. Sifat-sifat dasar dakwah adalah relevan dengan segala kebutuhan dan kebiasaan orang yang akan menerima dakwah, sehingga dalam prosesnya tidak ada pengambilan hak asasi manusia secara paksa dalam beragama atau memaksa untuk melaksanakan kebaikan, tetapi lebih dominan dakwah bersifat kesadaran dari orang yang menerima dakwah itu sendiri.
B.     Saran
Sebagai manusia yang selalu lalai dan lupa, tentu selalu membutuhkan kritik dan saran yang dapat memberikan motivasi untuk inovasi selanjutnya. Semoga makalah sederhana yang merupakan bentuk kecil dari sejuta karya besar ini dapat memberikan manfaat yang sangat besar bagi mereka yang haus akan tambahan pengetahuan dan mereka yang menginginkan pengetahuan.
 
DAFTAR PUSTAKA


Aziz, M. Ali, Ilmu Dakwah, Jakarta: Kencana, 2004.
Datuk Tombak Alam, Kunci Sukses Penerangan dan Dakwah, Jakarta: Rineka Cipta, 1990.
Echols, John M., dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, dari judul asli, An English-Indonesian Dictionary, Cetakan XXV, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003.
Hart, Michael, 100 Tokoh Paling Berpengaruh dalam Sejarah, pent. Mahbub Djunaidi, Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1982, versi ebook, http://www.pakdenono.com/
Hilali, Majdi, 38 Sifat Generasi Unggulan, pent. Anggota LESPISI Kairo-Mesir, dari judul asli, Falnabda’ bi anfusinâ, Jakarta: Gema Insani Press, 1999.
Ibn Taimiyah, Manhaj Dakwah Salafiyah, pent. Amiruddin, dari judul asli, al-Amru bi al-Ma’rûf wa al-Nahyi ‘an al-Munkar, Jakarta: Pustaka Azzam, 2001.
M. Quraish Shihab, Lentera Hati: Kisah dan Hikmah Kehidupan, cetakan XX, Bandung: Mizan, 2000.
MH. Israr, Retorika dan Dakwah Islam Era Modern, Jakarta: Firdaus, 1993.
Omar, M. Toha Yahya, Islam dan Dakwah, Jakarta: Al-Mawardi Prima, 2004.
Rohman, Dudung Abdul, “Dakwah Kultural dalam Alquran”, Majalah Tabligh, No. 1 Th. VII, April 2009.
Rosyidah, Miftahur, “Konsep Dakwah Kontemporer (Suatu Landasan Aksi dalam Membangun Masyarakat)”, Emperisma, Vol. 10. no. 1, Januari - Juni 2003.
Rosyidi, “Mujadalah sebagai Metode Dakwah”, Menara Intan, Vol. 22 no. 2, Desember 2004.
Suharna Surapranata, “Grand Strategy Dakwah PK Sejahtera”, Jurnal Badan Perencanaan Dakwah, Vol. 1. Th. 1, Juni 2006.
Syukir, Asmuni, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya: Al-Ikhlas, 1983.
Taufiq, Mohammad, Quran in The Word Ver1.2.0, Taufiq Product, moh.taufiq@gmail.com
Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Skripsi, Palangka Raya: STAIN Palangka Raya, 2007. (Panduan Penulisan)
Zaidalah, Alwisral Imam, dan Khaidir Khatib Bandaro, Strategi Dakwah dalam Mwmbentuk Diri dan Khatib Profesional, Cetakan Kedua, Jakarta: Kalam Mulia, 2005.
http://ghazwy.multiply.com/journal/item/18.

4 komentar:

Jangan lupa share ya... :D