BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kehidupan manusia yang dinamis akan selalu bergerak dan
berkembang, begitu juga dengan pemikiran-pemikiran yang melahirkan perubahan
dalam berbagai bidang atau sendi kehidupan manusia, baik di bidang ekonomi,
politik, maupun agama. Sehingga tidak menjadi sesuatu yang aneh atau
mengherankan kemunculan para pemikir yang bertujuan untuk berusaha melahirkan
situasi baru sebagai bentuk tujuan memperbaharui situasi atau kondisi
sebelumnya menjadi lebih baik.
Pola pikir atau patterned thinking tersebut juga
menjalar ke Indonesia, dengan munculnya organisasi-organisasi pergerakan Islam
yang bertujuan untuk merubah keadaan umat Islam yang dipandang pragmatis[1] atau
cenderung tidak mau memahami keadaan yang memerlukan relevansi interpretasi
terhadap kekuatan yang masuk dari luar dengan tujuan berusaha melemahkan iman.
Dengan berdasarkan paradigma tersebut, banyak pergerakan
Islam mengacu kepada semangat dakwah islamiyah bermunculan, dilahirkan
oleh para tokoh pembaharuan Islam yang bertujuan memberikan perlawanan terhadap
tekanan para orientalis yang ingin melemahkan iman umat Islam di Indonesia,
baik yang bersifat damai dan menjunjung perdamaian atau gerakan radikal yang
bersifat keras terhadap penyimpangan yang terjadi.
Gerakan pemikiran di Indonesia lahir karena inisiatif
dan usaha aktivis Islam dan para tokoh pembaharuan Islam, seperti yang
dilakukan oleh gerakan “Muhyi al-Tsaris Salaf” yang didirikan oleh Ibn
Taimiyah (1263-1328) dengan tujuan membangkitkan kembali ajaran lama, yaitu
ajaran para sahabat dan tabi’in, serta ajaran Ahmad ibn Hanbal yang selalu
mempraktekkan ijtihad dan anti kemusyrikan, dengan berpedoman kepada Alquran
dan Hadis.[2]
Kemudian, setelah kerajaan Saudi Arabia disatukan di
bawah kalimat tauhid yang dipelopori oleh raja Abdul Aziz bin Abd Rahman
al-Saud, karena perhatiannya terhadap kondisi umat Islam di seluruh dunia
menjadikan inisiatif untuk menyebarkan kalimat tauhid ke seluruh dunia dan
mengembalikan seluruh umat Islam kembali kepada ajaran Alquran dan Hadis.[3]
Karena semangat dan hasil inisiatif dari raja Abdul Aziz
tersebut, di Indonesia juga bermunculan gerakan pembaharuan Islam yang
berlandaskan kepada kalimat tauhid, dengan tujuan mengembalikan umat Islam
kepada sunnah Nabi SAW, sehingga semangat untuk mengadakan pembaharuan tersebut
yang menjadi pedoman umat Islam yang ingin mengadakan perubahan bagi kondisi
umat Islam pada masa tersebut dan bentuk perlawanan terhadap kolonial Belanda
yang sedikit banyak merusak akidah umat Islam di Indonesia, di antara sekian
banyak organisasi pergerakan Islam yang lahir di Indonesia tersebut salah satu
di antaranya adalah Muhammadiyah dan Persis (Persatuan Islam).
Berkaitan dengan materi yang ditawarkan di dalam mata
kuliah PPMDI (Perkembangan Pemikiran Modern di Dunia Islam), untuk membahas
mengenai organisasi pergerakan Islam di Indonesia yaitu Muhammadiyah dan
Persis, maka di dalam makalah ini membahas mengenai materi yang ditawarkan,
sehingga makalah ini mengangkat judul: GERAKAN PEMBAHARUAN DI INDONESIA
(MUHAMMADIYAH DAN PERSIS).
B.
Rumusan
Masalah
Agar pembahasan di dalam makalah ini dapat lebih fokus,
maka makalah ini dirumuskan sebagai berikut:
1.
Bagaimana
profil Muhammadiyah dan Persis?
2.
Bagaimana
konsep pergerakan Muhammadiyah dan Persis?
C.
Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk
menguraikan pembahasan sebagai berikut:
1.
Profil
Muhammadiyah dan Persis.
2.
Konsep
pergerakan Muhammadiyah dan Persis.
D.
Metode
Penulisan
Secara umum, metode penulisan yang diterapkan di dalam
makalah ini adalah termasuk metode kepustakaan (library research), yaitu
penulisan yang di dalam pelaksanaannya menggunakan literatur kepustakaan, baik
berupa buku, catatan, atau laporan hasil penelitian.[4] Dan
setelah masalah dirumuskan, maka langkah berikutnya adalah mencari teori-teori,
konsep-konsep, generalisasi-generalisasi yang dapat dijadikan landasan
teoritis.[5]
Di dalam penyusunan makalah ini dalam pengambilan
kutipan untuk dijadikan catatan untuk membantu sumber data atau bahan bacaan
yang kemudian disusun dengan menggunakan beberapa pendekatan, di antaranya di
dalam tata cara mengutip adalah dengan beberapa hal sebagai berikut:[6]
1.
Sebelum
membaca dan mengutip dari buku teks, melihat terlebih dahulu daftar indeks isi
di belakang atau di depan buku tersebut, untuk mencari hal-hal yang berkenaan
dengan materi yang dikutip.
2.
Jika
mengutip dari majalah ilmiah, leaflet, dan sebagainya, melihat terlebih
dahulu judul dari artikel.
3.
Membaca
secara keseluruhan dari tulisan yang ingin dikutip.
4.
Setelah
dibaca keseluruhan, maka dibaca kembali secara seksama untuk membaca catatan
yang diperlukan.
Maksud dengan penerapan metode kepustakaan di dalam
makalah ini adalah agar dapat mengetahui semua sumber literatur yang dapat
dijadikan referensi, terutama mengenai pembahasan terkait dengan perumusan
masalah, sehingga dapat memberikan kekuatan argumen di dalam penulisan karena
memiliki sumber yang jelas.
Sedangkan jenis penelitian yang digunakan adalah
bersifat deduktif dan deskriptif, deduktif maksudnya
membahas suatu permasalahan dari yang bersifat umum menuju pembahasan yang
bersifat khusus, dan deskriptif maksudnya penggambaran secara apa adanya
dengan cara penalaran, dalam hal ini berarti akan dipaparkan secara apa adanya
sumber literatur mengenai Muhammadiyah dan Persis beserta komentar yang
diperoleh secara apa adanya.
E.
Batasan
Masalah
Dalam batasan masalah ini dimaksudkan memberikan
pembatasan terhadap pembahasan yang diuraikan, misalnya terdapat kekurangan di
dalam metode penulisan yang dilakukan, maka hal tersebut merupakan alasan
karena makalah ini tidak sepenuhnya penelitian, melainkan pemaparan bahasan
dalam bentuk makalah, yang terkait perumusan masalah dengan mencoba
mengaplikasikan metode penulisan yang dipahami dari bahan bacaan tentang
metodologi penelitian.
[1]Berkaitan dengan percaya bahwa kebenaran atau nilai suatu ajaran
(paham, doktrin, pernyataan, ucapan, dan sebagainya) bergantung pada
penerapannya bagi kepentingan manusia. Lihat Ebta Setiawan, KBBI (Kamus
Besar Bahasa Indonesia) Versi Offline, Freeware copyright 2010.
[2]Dadan Wildan, Yang Da’i Yang Politikus: Hayat dan Perjuangan Lima
Tokoh Persis, Cetakan kedua, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999, h. 3-4.
[3]Pusat informasi dan komunikasi Islam di Indonesia, Penunjang
Aktivitas Dakwah di Asia Tenggara: Seputar Organisasi Islam Menghadapi Serangan
Budaya Zaman, versi ebook download, 2002, www.alislam.or.id
[4]M. Iqbal Hasan, Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan
Aplikasinya, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002, h. 11.
[5]Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2010, h. 18.
[6]Moh. Nazir, Metode Penelitian, Cetakan keenam, Jakarta:
Ghalia Indonesia, 2005, h. 104.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Profil
Muhammadiyah dan Persis
1.
Muhammadiyah
Pendiri gerakan muhammadiyah adalah Ahmad Dahlan,
dilahirkan di Kauman, Yogyakarta, pada tahun 1868 dengan nama Muhammad Darwis,
ayahnya bernama Abubakar yang merupakan seorang khatib di sebuah masjid besar
kesultanan Yogyakarta, ibunya bernama Siti Aminah, putri dari seorang kiyai
yang juga menjadi penghulu kesultanan bernama Ibrahim, sehingga garis keturunan
dari Muhammad Darwis atau Ahmad Dahlan dari pihak ayah atau ibu adalah
keturunan ulama.[1]
Latar belakang pendidikannya dimulai dari pendidikan
agama yang diajarkan oleh ayahnya dari usia sekolah, sehingga Ahmad Dahlan
tidak sekolah selain belajar membaca Alquran dan dasar-dasar ilmu agama Islam
dengan ayahnya, kemudian pada umur 8 tahun Ahmad Dahlan telah lancar membaca
Alquran sampai selesai (khatam), kemudian dia belajar ilmu agama lainnya
dengan beberapa ulama yang di antaranya masih ada kaitan atau hubungan keluarga
dengan Ahmad Dahlan, sehingga dia belajar kepada kerabat dekat yang juga
merupakan ulama.[2]
Setelah perkawinan Ahmad Dahlan, dia dianjurkan untuk
menunaikan ibadah haji, setelah tiba di Mekkah pada bulan Rajab 1308 H atau
1890 M, di kota Mekkah Ahmad Dahlan belajar kepada beberapa orang guru, salah
satu di antaranya adalah Ahmad Khatib, selama di kota Mekkah dia memikirkan
tentang cita-cita pembaharuan terhadap umat Islam.[3]
Sejak saat itu Ahmad Dahlan mulai menjalankan
langkah-langkah pembaharuan pemikirannya dengan mengadakan perubahan terhadap
arah orang yang melakukan shalat agar arah orang yang ada di pulau Jawa
(Yogyakarta) menghadap ke arah kiblat yang tepat, karena menurutnya selama ini
arah kiblat masyarakat setempat adalah keliru dengan dasar ilmu falak.[4]
Pembaharuan yang dilakukan oleh Ahmad Dahlan adalah
pembaharuan secara perorangan, sehingga ketika mencoba merealisasikan perubahan
arah kiblat di masjid kesultanan Yogyakarta dia tidak berhasil, kemudian dia
membangun mushalla sendiri yang merupakan hasil renovasi terhadap mushalla yang
telah dibangun oleh ayahnya dengan arah kiblat yang berbeda dengan masjid
kesultanan.[5]
Hampir secara keseluruhan pemikiran Ahmad Dahlan berasal
dari keprihatinan terhadap situasi dan kondisi global umat Islam yang terjadi
pada saat itu yang tenggelam dalam stagnasi, kebodohan, serta keterbelakangan,
ditambah lagi dengan politik kolonial Belanda yang sangat merugikan bangsa
Indonesia pada saat tersebut.[6]
Kemudian pada tahun 1911, Ahmad Dahlan mendirikan sebuah
sekolah agama yang diberi nama Muhammadiyah, dan pendidikan ini tidak diadakan
di masjid atau di mushalla, tetapi di dalam gedung yang menggunakan meja,
kursi, dan papan tulis, kemudian pada tanggal 19 November 1912 atau 8
Dzulhijjah 1330 H, dia mendirikan perkumpulan yang diberi nama Muhammadiyah
yang bertujuan menghidupkan kembali ajaran Islam yang murni serta menuruti
semua ajaran Islam.[7]
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Ahmad Dahlan mempunyai
latar belakang keturunan ulama, sehingga pemikiran kritis untuk memajukan umat
Islam yang berada di masa stagnasi[8] dan
kondisi tertekan oleh kolonial Belanda merupakan bentuk usaha yang dilakukan
oleh Ahmad Dahlan, dengan bentuk mendirikan pergerakan yang diberi nama gerakan
Muhammadiyah yang berkembang sampai sekarang.
2.
Persis
(Persatuan Islam)
Persatuan Islam atau Persis didirikan oleh KH Zamzam di
Bandung pada tanggal 17 September 1923, merupakan organisasi Islam yang
bertujuan memberlakukan hukum Islam berdasarkan Alquran dan Hadis,[9] dan pada
awalnya terbentuk pada masa penjajahan kolonial Belanda dengan tidak
berdasarkan kepentingan atau kebutuhan masyarakat, tetapi karena terpanggil
oleh kewajiban untuk menyampaikan risalah dari Allah SWT.[10]
Ide dari pendirian organisasi Persis berasal dari
pertemuan yang bersifat non-formal yang dilakukan secara berkala di rumah salah
seorang kelompok masyarakat, di dalam pertemuan tersebut membicarakan berbagai
permasalahan atau peristiwa yang terjadi atau yang sedang dihadapi, termasuk
membicarakan masalah keagamaan dan gerakan keagamaan pada umumnya, dan pada
saat itu KH Zamzam dan Muhammad Yunus mengemukakan pikiran-pikiran mengenai
gerakan organisasi Islam.[11]
Menurut Noer, sejak mulai berdiri secara umum Persis
kurang memberi penekanan pada kegiatan organisasi dan tidak terlalu berminat
untuk memperbanyak atau membentuk cabang atau menambah jumlah anggota, karena
pembentukan cabang tergantung dari inisiatif dari peminat, tidak berdasarkan
oleh suatu rencana yang dilakukan oleh pemimpin organisasi secara berstruktur,
atau dapat dikatakan pembentukan cabang dari organisasi Persis dilakukan secara
bebas sesuai dengan inisiatif dari anggota organisasi.[12]
Persis menjadi terkenal atau mengalami kemajuan setelah
A. Hasan, Muhammad Natsir, dan Isa Anshary, menjadi tulang punggung dari
gerakan Persatuan Islam, dengan tujuan mengembalikan umat Islam kepada Alquran
dan Hadis, menghidupkan ruh jihad dan ijtihad, serta membasmi segala bentuk bid’ah,
khurafat, takhyul, taqlid, dan syirik, dengan
menggerakkan dakwah kepada seluruh lapisan masyarakat, mendirikan Madrasah
untuk anak-anak, kursus pengajian untuk para pemuda, dan menyediakan kelas
khusus untuk siswa yang sekolah pada sekolah Belanda, menerbitkan risalah dan
majalah “Pembela Islam” (1929-1933), dan masih banyak lagi bentuk pergerakan
lainnya yang dilaksanakan Persis dalam langkah pencapaian tujuan gerakan
tersebut.[13]
Sehingga dapat disimpulkan bahwa gerakan Persis berdiri
dengan landasan untuk mengembalikan umat Islam kepada Alquran dan Hadis, karena
pengaruh dari kolonial Belanda yang menjadikan masa kebodohan bagi umat Islam,
sehingga Persis merupakan bentuk aksi yang bertujuan untuk merubah paradigma
tersebut.
Pembentukan organisasi pergerakan Islam Persatuan Islam
adalah sebagai bentuk jawaban terhadap berbagai macam doktrin yang dapat
merusak akidah umat Islam, sehingga membangkitkan semangat para ulama untuk
melawan dengan menggerakkan masyarakat dan mengantisipasi terjadinya
kemusyrikan yang banyak terjadi dan dipandang sebagai bentuk pencemaran
terhadap kemurnian ajaran Islam.
B.
Konsep
Pergerakan Muhammadiyah dan Persis
Pada dasarnya, gerakan Islam yang muncul di Indonesia
adalah bentuk perlawanan terhadap kolonial Belanda, dan hal tersebut dilakukan
oleh para kiyai (ulama) dan para petani yang telah mengakar di dalam struktur
masyarakat tradisional di Indonesia, yang pada akhirnya menumbuhkan rasa
nasionalisme dengan diawali oleh bentuk reaksi perlawanan priyayi terhadap
konsolidasi pemerintahan Belanda pada akhir abad ke-19.[14]
Adapun konsep dari pergerakan Muhammadiyah secara
ringkas bahwa maksud dan tujuan Muhammadiyah adalah “membangun, memelihara, dan
memegang teguh agama Islam dengan rasa ketaatan melebihi ajaran dan faham-faham
lainnya, untuk mendapatkan suatu kehidupan di dalam diri, keluarga dan
masyarakat yang sungguh adil dan makmur, bahagia, bahagia, sejahtera, aman,
lahir dan batin dalam naungan ridha Allah SWT”, kemudian dirucmuskan di dalam
Anggaran Dasar Muhammadiyah yang dijelaskan sebagai berikut:[15]
1.
Menegakkan,
yang berarti berusaha agar tidak roboh, dan hal tersebut dapat terealisasi pada
saat sesuatu yang ditegakkan diletakkan di atas pondasi yang kokoh, dipegang
erat dan dipertahankan dengan penuh konsekuen.
2.
Menjunjung
tinggi, yang berarti membawa atau menjunjung di atas segalanya, dan
menghormatinya.
3.
Agama Islam,
yang dipahami sebagai agama Allah serta menjamin kesejahteraan hakiki di dunia
atau kehidupan sesudahnya.
4.
Terwujud,
yang berarti menjadi suatu kenyataan akan adanya atau akan keberadaannya.
5.
Masyarakat
utama, yaitu masyarakat yang selalu mengejar keutamaan dan kemaslahatan untuk
kepentingan hidup umat manusia, masyarakat yang selalu bersikap hormat kepada
Allah, dan menanggapi dengan ikhlas segala ajaran-Nya, serta menaruh hormat
terhadap sesama manusia selaku makhluk-Nya yang memiliki martabat sebaik-baik
makhluk.
6.
Adil dan
makmur, yang berarti suatu kondisi masyarakat yang di dalamnya terpenuhi dua
kebutuhan pokok yaitu adil (aspek bathin) yang dapat menciptakan masyarakat
yang damai, dan makmur (aspek lahir) yang digambarkan secara sederhana dengan
terpenuhinya kebutuhan sandang, pangan, papan, dan kesehatan.
7.
Diridhai
Allah SWT, artinya dalam rangka mengupayakan terciptanya keadilan dan
kemakmuran masyarakat, maka jalan yang ditempuh semata-mata dengan motif
mencari keridhaan Allah SWT.
Muhammadiyah menekankan ketaatan hidup yang didasarkan
kepada Alquran dan Hadis, tetapi menolak sistem filsafat dan sistem mengikuti
umat Islam yang ada pada zaman pertengahan, dan otoritas pada wali untuk
digantikan dengan pelaksanaan ijtihad atau penalaran individu dalam berbagai
urusan keagamaan, sehingga Muhammadiyah memberikan kritik terhadap berbagai
ritual dalam kelahiran, khitanan, perkawinan, atau ritual pemakaman, serta menolak
dengan keras pemujaan tempat keramat tetapi tidak menolak sufisme.[16]
Sedangkan Persis, pada dasarnya perhatian organisasi
Persatuan Islam adalah mengutamakan penyebaran paham Alquran dan Sunnah, hal
ini dilakukan dengan berbagai aktivitas, di antaranya dengan mengadakan pertemuan
umum, tablig, khutbah, kelompok studi, tadarus, pendirian sekolah atau
pesantren, penerbitan majalah dan kitab, dan aktivitas lainnya.[17]
Menurut organisasi Persis, selain Alquran dan Hadis
merupakan satu-satunya dasar keyakinan dan sikap Muslim, Alquran dan Hadis juga
dapat beradaptasi pada kondisi baru melalui ijtihad oleh orang-orang tertentu
yang telah memenuhi persyaratan, sehingga Persis menolak praktik umum
penggunaan jimat dan penggunaan kekuatan magis untuk penyembuhan, gerakan
Persis juga menolak sufisme apabila mengajarkan praktek ritual yang tidak
benar, pemujaan wali, atau keyakinan terhadap keterlibatan orang-orang suci
dalam berhubungan dengan Tuhan, dan gerakan ini juga menolak pertunjukan wayang
kulit dan pertunjukan teater karena mencerminkan nilai-nilai agama Hindu dan
melahirkan kebebasan wanita, meskipun Persis adalah gerakan pembaharuan di
dalam bidang keagamaan, Persis juga menolak keharusan untuk beradaptasi dengan
perkembangan kontemporer dan menegaskan bahwa Islam dengan sendirinya telah
bersifat progresif.[18]
Sehingga dapat disimpulkan bahwa konsep pergerakan
Muhammadiyah dan Persis adalah mengembalikan umat Islam kepada Alquran dan
Sunnah, karena berusaha melawan tekanan doktrin yang dapat mencampuri akidah
umat Islam, selain itu sebagai bentuk rasa nasionalisme dengan reaksi
perlawanan terhadap kolonial Belanda yang menguasai seluruh aspek masyarakat
dalam berbagai sendi kehidupan.
[1]Diktat mata kuliah, Kemuhammadiyahan I-II, Universitas
Muhammadiyah Palangka Raya, h. 61.
[2]Ibid.
[3]Ahmad Syaukani, Perkembangan Pemikiran Modern di Dunia Islam,
Bandung: Pustaka Setia, h. 120.
[4]Ibid.
[5]Ibid.
[6]Khojir, Tradisional dan Modern Pendidikan Islam, Jurnal Ilmiah
Manahij, STAIS Kutai, Vol. 1 No. 1, Mei 2008, h. 83.
[7]M. Yusran Asmuni, Dirasah Islamiyah: Pengantar Studi Pemikiran
dan Pembaharuan dalam Dunia Islam, Cetakan kedua, Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 1998, h. 100.
[8]Keadaan terhenti (tidak bergerak, tidak jalan, tidak aktif). Lihat
Ebta Setiawan, KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) Versi Offline,
Freeware copyright 2010.
[9]Nina M. Armando, dkk., (Ed. Bahasa), Ensiklopedi Islam,
Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 2005, h. 289.
[10]Dadan Wildan, Yang Da’i Yang Politikus: Hayat dan Perjuangan Lima
Tokoh Persis, Cetakan kedua, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999, h. 8.
[11] Ahmad Syaukani, Perkembangan Pemikiran…, h. 123.
[12]Ibid., h. 9.
[13]Redaksi Ensiklopedi Indonesia, Ensiklopedi Indonesia,
Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, h. 2686.
[14]Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam: Bagian Ketiga,
pent. Ghufron A. Mas’adi, dari judul asli, A History of Islamic Societies,
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1999, h. 324
[15]Diktat mata kuliah, Kemuhammadiyahan…, h. 84-85.
[16] Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial…, 1999, h. 328-329.
[17]Diktat mata kuliah, Kemuhammadiyahan…, h. 84-85.
[18]Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial…, 1999, h. 330.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan yang diuraikan pada Bab sebelumnya, maka
dapat di ambil kesimpulan mengenai uraian makalah yang mengangkat pembahasan
mengenai organisasi pergerakan Islam di Indonesia, yaitu sebagai berikut:
1.
Profil
organisasi Muhammadiyah dan Persis memiliki latar belakang yang tidak jauh
berbeda dalam tujuan pembentukan oleh pendiri kedua organisasi tersebut, yaitu
untuk mengembalikan umat Islam kepada Alquran dan Hadis, selain itu latar
belakang pendiri kedua organisasi tersebut merupakan orang-orang yang mengerti
dan mempunyai latar belakang pendidikan agama yang cukup dan termotivasi dengan
pembaharuan yang dilakukan oleh beberapa aktivis Islam di beberapa negara
Islam, selain pemikiran kritis yang menimbulkan motivasi untuk mengadakan
pembaharuan terhadap keadaan masyarakat yang dianggap di dalam situasi dan
kondisi yang memprihatinkan.
2.
Dalam hal
konsep pergerakan Muhammadiyah adalah berusaha menghilangkan kebiasaan yang
dianggap bertentangan dengan ajaran Islam yang berpedoman kepada Alquran dan Hadis,
karena di dalam pemikiran Ahmad Dahlan selaku pendiri gerakan Muhammadiyah,
kondisi umat Islam pada masa tersebut adalah kebanyakan melakukan hal-hal yang
tidak mempunyai pedoman di Alquran atau Hadis, selain untuk melawan bentuk
ancaman yang datang dari doktrin-doktrin penjajah yaitu kolonial Belanda, dan
meluruskan pandangan budaya umat Islam sesuai dengan pedoman utama yaitu
Alquran dan Hadis secara murni, dan membangun masyarakat Islam yang memiliki
kesejahteraan yang sesungguhnya sejalan dengan pedoman agama Islam, dan bentuk
implementasi yang dilakukan oleh gerakan Muhammadiyah adalah dengan bergerak di
berbagai bidang yang diperlukan masyarakat, seperti sekolah, perguruan tinggi,
rumah sakit, poliknik, rumah bersalin, dan yang lainnya, sehingga dapat
dikatakan bahwa Muhammadiyah merupakan organisasi Islam terbesar di Indonesia,
karena memiliki jaringan yang luas dan mencakup kepada seluruh lapisan
masyarakat. Kemudian, konsep dasar Persis adalah lebih condong kepada tata cara
ibadah, pendidikan, pengajian majelis belajar, dan sebagainya, sehingga
organisasi Persis lebih mengutamakan kebutuhan masyarakat daripada mengutamakan
kepentingan organisasi.
B.
Saran
Semoga makalah ini dapat menjadi bahan kajian untuk para
penulis dan peneliti pergerakan Islam di Indonesia, dan dapat memberikan
kontribusi yang berarti untuk kemajuan para pejuang akademik di masa yang akan
datang. Selain itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan
untuk menjadi bahan acuan dalam perbaikan selanjutnya, sehingga permohonan maaf
atas kesalahan yang terdapat dalam penulisan makalah ini, serta selayaknya
ungkapan terima kasih disampaikan untuk perhatian yang diberikan.
BIBLIOGRAFI
Armando, Nina M., dkk., (Ed. Bahasa), Ensiklopedi
Islam, Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 2005.
Asmuni, M. Yusran, Dirasah Islamiyah:
Pengantar Studi Pemikiran dan Pembaharuan dalam Dunia Islam, Cetakan kedua,
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1998.
Diktat mata kuliah, Kemuhammadiyahan
I-II, Universitas Muhammadiyah Palangka Raya.
Hasan, M. Iqbal, Pokok-pokok Materi
Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002.
Khojir, Tradisional dan Modern Pendidikan
Islam, Jurnal Ilmiah Manahij, STAIS Kutai, Vol. 1 No. 1, Mei 2008.
Lapidus, Ira M., Sejarah Sosial Umat
Islam: Bagian Ketiga, pent. Ghufron A. Mas’adi, dari judul asli, A
History of Islamic Societies, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1999.
Nazir, Moh., Metode Penelitian,
Cetakan keenam, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2005.
Pusat informasi dan komunikasi Islam di
Indonesia, Penunjang Aktivitas Dakwah di Asia Tenggara: Seputar Organisasi
Islam Menghadapi Serangan Budaya Zaman, versi ebook download, 2002,
www.alislam.or.id
Redaksi Ensiklopedi Indonesia, Ensiklopedi
Indonesia, Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve.
Setiawan, Ebta, KBBI (Kamus Besar Bahasa
Indonesia) Versi Offline, Freeware copyright 2010.
Suryabrata, Sumadi, Metodologi
Penelitian, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2010.
Syaukani, Ahmad, Perkembangan Pemikiran
Modern di Dunia Islam, Bandung: Pustaka Setia.
Wildan, Dadan, Yang Da’i Yang Politikus:
Hayat dan Perjuangan Lima Tokoh Persis, Cetakan kedua, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1999.
Casino Bonus Codes and Promotions | JTHub
BalasHapusWith over 대구광역 출장샵 3,000 casino bonuses and promotions, you can claim your 과천 출장마사지 bonus 군산 출장마사지 from our site today! 거제 출장안마 See how to Claim your Casino Bonus & Get the best promotions! 포항 출장샵