BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Teori di dalam ilmu komunikasi dapat dikategorikan
multi dimensi karena mencakup segala hal terkait dinamika kehidupan sosial, hal
ini didasari dengan keterkaitan komunikasi sebagai alat interaksi bagi umat
manusia, sehingga dapat disimpulkan bahwa alasan keragaman teori tersebut
diuraikan berdasarkan keragaman fungsi komunikasi sebagai alat interaksi
tersebut yang merupakan suatu kebutuhan primer manusia sebagai makhluk sosial.
Para pakar komunikasi melakukan berbagai penelitian
terkait komunikasi yang dibangun oleh manusia sebagai alat interaksi dari
berbagai aspek dan sudut pandang serta faktor yang berkaitan, termasuk dalam
komunikasi antarbudaya terdapat istilah iklim komunikasi, istilah tersebut
merupakan bentuk penggambaran mengenai situasi atau suasana psikologis maupun
sosial yang mempengaruhi komunikasi. Interaksi antara orang-orang yang memiliki
perbedaan budaya memang menimbulkan lebih banyak salah pengertian daripada
keselarasan pengertian antara komunikator dengan komunikan.[1]
Dalam makalah sederhana ini mencoba untuk menguraikan
pembahasan mengenai hal tersebut, sebagai bentuk pemenuhan terhadap tugas yang
diberikan, serta materi yang ditawarkan dengan berlandaskan kepada beberapa
literatur yang dapat dicapai, makalah ini disusun dengan judul: “IKLIM
KOMUNIKASI ANTARBUDAYA.”
Istilah iklim merupakan kiasan (metafora) yang
diterapkan pada situasi yang berbeda dengan tujuan menyatakan suatu kemiripan,
Sackmann menyatakan bahwa suatu kiasan dapat memberi gambaran yang gamblang
pada tingkat kognitif, emosional, perilaku, serta menyatakan suatu bagian
tertentu pada tindakan tanpa menetapkan perilaku sebenarnya dari pelaku atau
orang yang melakukan, dalam hal ini komunikator.[2]
Dari uraian mengenai
iklim dapat dilihat bahwa iklim komunikasi sangat bergantung pada keterbukaan,
proses pembuatan keputusan bersama, kepercayaan dan pemahaman terhadap tujuan
bersama, serta perasaan memiliki terhadap tujuan tersebut, dalam artian bahwa
iklim komunikasi menyangkut mengenai keselarasan pemahaman antara pemberi dan
penerima pesan.[3]
Sebagai pengantar dalam uraian pembahasan makalah ini,
adalah berdasarkan literatur yang diperoleh mengenai iklim komunikasi
antarbudaya yang dipahami dapat menghasilkan dampak positif atau negatif tergantung
kepada tiga dimensi sebagai berikut:
1.
Perasaan positif terhadap
komunikan
2.
Pengetahuan tentang komunikan
3.
Perilaku atau tindakan terhadap
komunikan
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan literatur yang diperoleh, perumusan
masalah yang menyesuaikan dengan materi pembahasan yang diuraikan dalam makalah
ini adalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana Perasaan positif
terhadap komunikan?
2.
Bagaimana Pengetahuan tentang komunikan?
3.
Bagaimana Perilaku atau tindakan
terhadap komunikan?
C.
Tujuan Penulisan
Adapun pembahasan yang diuraikan dalam makalah ini terkait
dengan permasalahan yang telah dirumuskan adalah sebagai berikut:
1.
Perasaan positif terhadap
komunikan
2.
Pengetahuan tentang komunikan
Perilaku atau tindakan terhadap komunikan
[1]Stewart L. Tubbs-Sylvia Moss, Human
Communication: Konteks-Konteks Komunikasi, Bandung: PT Remaja
Rodaskarya, 2001, h. 240.
[2]http://aaipoel.wordpress.com/2007/06/07/komunikasi-organisasi-dan-motivasi/
(Online: 9 Oktober 2012)
[3]http://brataashia.blogspot.com/2011/06/memahami-teori-iklim-komunikasi.html
(Online: 9 Oktober 2012)
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Perasaan Positif Terhadap
Komunikan
Dari perspektif psikologi mengenai komunikasi, menurut
Hovlan, Janis, dan Kelly, mendefinisikan komunikasi sebagai proses dimana
seorang individu menyampaikan stimulus kepada komunikan dengan lambang kata
untuk mengubah tingkah laku orang lain, sehingga pesan yang disampaikan dapat
dipahami dan kemudian memberikan efek atau feedback terhadap komunikan.[1]
Proses komunikasi dikatakan dapat berada dalam suatu
iklim komunikasi yang dianggap sehat apabila komunikator menciptakan perasaan
positif terhadap komunikan, salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan
mengurangi prasangka (prejudice) terhadap komunikan, atau dapat
diartikan tidak langsung menarik kesimpulan mengenai pesan yang disampaikan
sebelum dicerna atau dipahami sebelum menyimpulkan sebuah pesan yang
disampaikan.[2]
B.
Pengetahuan tentang Komunikan
Manusia sebagai komunikan secara umum, menurut
pandangan ahli mantiq atau logika manusia adalah hayawan natiq
(manusia adalah hewan yang dapat berfikir), sedangkan Ibn Khaldun seorang ahli
filsafat mengatakan bahwa manusia adalah madaniyyun bi al-thaba atau
manusia adalah makhluk yang bergantung pada tabiat atau perilakunya, dan Thomas
Aquinas berpendapat bahwa manusia sebagai pribadi adalah makhluk individual,
apabila hidup adalah sebagai makhluk yang merupakan bentuk kesatuan antara jiwa
dan badan, dan dimaksud dengan pribadi adalah masing-masing dari manusia.[3]
Jalaluddin Rakhmat memaparkan empat teori psikologi
tentang manusia, di antaranya adalah sebagai berikut:[4]
1.
Psikoanalisis (Homo Volens atau
manusia berkeinginan); dalam hal ini maksudnya adalah manusia yang digerakkan
oleh keinginan-keinginan terpendam.
2.
Kognitif (Homo Sapiens atau
manusia berfikir); dimaksudkan bahwa manusia merupakan makhluk yang aktif
mengorganisasikan dan mengolah stimuli yang diterimanya.
3.
Behaviorisme (Homo Mechanicus atau
manusia mesin); maksudnya adalah manusia yang digerakkan semuanya oleh
lingkungan.
4.
Humanisme (Homo Ludens atau
manusia bermain); maksudnya adalah manusia sebagai pelaku aktif dalam
merumuskan strategi transaksional dengan lingkungannya.
Kebudayaan yang ada pada manusia selalu berkembang
sebagai bentuk dari akibat dari asimilasi dan akulturasi antara kebudayaan
milik kelompok atau ras yang satu dengan kelompok ras yang lainnya pada tempat
yang berbeda, antara kelompok atau ras yang satu pada zaman dahulu dan zaman
sekarang, atau dari generasi ke generasi.[5]
Pengetahuan mengenai komunikan merupakan pengetahuan
dasar mengenai komunikan tersebut, termasuk mengenai suku, profesi atau
pekerjaan, tempat tinggal, umur, atau termasuk juga latar belakang keturunan,
serta mengenai keinginan, kebutuhan, dan harapan dari komunikan, karena dengan
mengenal baik komunikan dapat menghasilkan komunikasi positif, begitu pula
sebaliknya, apabila tidak mengenal baik dengan komunikan dapat menimbulkan
komunikasi yang berdampak negatif.[6]
Fazlur Rahman menjelaskan perbedaan antara manusia
dengan makhluk lainnya yang secara ringkas maksudnya adalah secara fisik
manusia sama dengan alam, tunduk dan patuh pada aturan takdir (qadar)
dan hukum alam, yang menjadi perbedaan manusia dengan makhluk lainnya adalah
terletak pada keistimewaan dan tanggung jawabnya.[7]
Secara sosiologis, kelompok komunikan dalam bentuk
terpisah atau terkumpul pada kelompok manusia yang disebut sebagai berikut:[8]
1.
Crowd; kelompok orang yang
berkumpul pada suatu tempat atau ruangan tertentu yang terlibat dalam suatu
persoalan atau kepentingan bersama secara tatap muka (direct communication).
2.
Publik; kelompok yang abstrak dari
orang-orang yang menaruh perhatian pada suatu persoalan atau kepentingan yang
sama karena terlibat dalam suatu pertukaran pemikiran melalui komunikasi tidak
langsung untuk mencari solusi.
3.
Massa; orang banyak yang
heterogen, tidak terikat oleh suatu tempat dan interaksinya sangat kurang, dan
permasalahan yang dihadapi berbeda atau terpencar.
C.
Perilaku atau Tindakan
Terhadap Komunikan
Kecenderungan yang harus dihindari dalam penerapan
tindakan verbal atau non-verbal, yaitu menghakimi nilai, adat istiadat,
perilaku maupun aspek budaya lainnya dengan menggunakan sentiment
kelompok sebagai standar bagi semua penilaian, atau dengan istilah
etnosientrisme, karena hal tersebut dapat menjadikan proses komunikasi
berdampak negatif, sehingga harus dihindari untuk membangun komunikasi
khususnya komunikasi antarbudaya, termasuk yang harus dihindari adalah stereotyping
atau generalisasi yang didasari dengan pengalaman yang terbatas.[9]
Dimensi terakhir dalam pencapaian iklim komunikasi
antarbudaya yang dapat menimbulkan dampak positif adalah dengan perilaku yang
diwujudkan ke dalam perilaku verbal atau non-verbal, perilaku tersebut
berdasarkan dari tiga sumber utama yaitu: (1) kebiasaan; (2) maksud yang ada di
dalam pikiran; serta (3) perasaan atau emosi.[10]
Ada beberapa hukum prinsip dasar yang harus
diperhatikan agar komunikasi dapat berjalan secara efektif, hukum tersebut
dirangkum menjadi satu kata yaitu REACH yang diuraikan sebagai berikut:[11]
1.
Respect; yaitu sikap hormat
dan sikap menghargai terhadap lawan bicara (komunikan), karena pada prinsipnya
manusia ingin dihargai dan dianggap penting.
2.
Empathy; yaitu kemampuan
menempatkan diri pada situasi atau kondisi yang dihadapi oleh orang lain, rasa
empati menjadikan komunikator untuk dapat menyampaikan pesan dengan cara dan
sikap yang memudahkan penerima pesan untuk menerima pesan tersebut, dapat juga
diartikan kemampuan untuk mendengar dan bersikap perseptif atau siap terhadap
umpan balik dengan sikap positif.
3.
Audible; yaitu dapat
dimengerti dengan baik, sehingga dalam menyampaikan pesan dapat dengan mudah
dimengerti, hukum ini dapat diuraikan sebagai berikut:
-
Membuat pesan mudah dimengerti
-
Fokus terhadap informasi yang
penting
-
Menggunakan ilustrasi untuk
membantu memperjelas isi pesan
-
Memperhatikan fasilitas yang ada
dan lingkungan sekitar
-
Antisipasi terhadap segala
kemungkinan masalah yang akan muncul
-
Selalu mempersiapkan rencana atau
pesan cadangan.
4.
Clarity; yaitu kejelasan
dari pesan yang disampaikan, serta tidak menimbulkan multi-interpretasi, hal
ini juga bergantung pada kualitas suara serta bahasa yang digunakan.
Humble;
yaitu sikap rendah hati, hal ini berkaitan dengan hukum pertama karena untuk
membangun rasa menghargai adalah dengan sikap rendah hati.
[1]http://mantanresidivis.wordpress.com/2010/05/01/perkembangan-mutakhir-ilmu-komunikasi/
(Online: 10 Oktober 2012).
[2]Alo Liliweri, Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya, Cetakan V, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2011, h. 48.
[3]http://www.docstor.com/docs/25154554/HAKIKAT-MANUSIA-DALAM-PANDANGAN
(Online: 10 Oktober 2012).
[4]Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, Cetakan
keduapuluhsatu, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004, h. 18-19.
[5]F. Patty, dkk., Pengantar Psikologi Umum, Surabaya: Usaha
Nasional, 1982, h. 19.
[6]Alo Liliweri, Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya…, h. 49.
[7]Asep Muhiddin, Dakwah dalam Perspektif Alquran: Studi Kritis atas
Visi, Misi, dan Wawasan, Bandung: Pustaka Setia, 2002, h. 92.
[8]Wahyu Ilaihi, Komunikasi Dakwah, Bandung: Remaja Rosdakarya,
2010, h. 87-88.
[9]Siti Zainab, Harmonisasi Komunikasi dan Dakwah, Banjarmasin:
Antasari Press, 2009, h. 84.
[10]Alo Liliweri, Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya…, h. 49.
[11]Wahyu Ilaihi, Komunikasi Dakwah…, h. 165.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari uraian pembahasan di dalam makalah sederhana ini
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.
Perasaan positif terhadap
komunikan dapat ditimbulkan dengan menghindari prasangka negatif terhadap
komunikan, dengan cara tidak menyimpulkan langsung sebuah pesan yang diterima,
melainkan memberikan proses terhadap pesan tersebut dengan menjauhkan segala bentuk
prasangka yang dapat menimbulkan dampak negatif dalam proses komunikasi yang
dibangun.
2.
Pengetahuan mengenai komunikan
merupakan landasan untuk mengenal komunikan tersebut, baik psikologis maupun
sosiologis, karena dengan mengenal atau memiliki pengetahuan mengenai komunikan
dapat membangun penilaian positif dari berbagai sudut pandang, tanpa
mendahulukan sentiment kelompok sendiri, dalam artian membuka luas
cakrawala pemikiran mengenai lawan bicara, sehingga memberikan pemahaman ekstra
untuk menjadikan pemikiran positif terhadap lawan bicara tersebut.
Tindakan atau perilaku komunikan merupakan perilaku
yang diwujudkan ke dalam perilaku verbal atau non-verbal, perilaku tersebut
berdasarkan dari tiga sumber utama yaitu: (1) kebiasaan; (2) maksud yang ada di
dalam pikiran; serta (3) perasaan atau emosi.
DAFTAR
KEPUSTAKAAN
F. Patty,
dkk., Pengantar Psikologi Umum, Surabaya: Usaha Nasional, 1982.
Ilaihi, Wahyu,
Komunikasi Dakwah, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010.
Liliweri, Alo,
Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya, Cetakan V, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2011.
Moss, Stewart
L. Tubbs-Sylvia, Human Communication: Konteks-Konteks Komunikasi,
Bandung: PT Remaja Rodaskarya, 2001.
Muhiddin, Asep,
Dakwah dalam Perspektif Alquran: Studi Kritis atas Visi, Misi, dan Wawasan,
Bandung: Pustaka Setia, 2002.
Rakhmat, Jalaluddin,
Psikologi Komunikasi, Cetakan keduapuluhsatu, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2004.
Zainab, Siti, Harmonisasi
Komunikasi dan Dakwah, Banjarmasin: Antasari Press, 2009.
http://aaipoel.wordpress.com/2007/06/07/komunikasi-organisasi-dan-motivasi/
http://brataashia.blogspot.com/2011/06/memahami-teori-iklim-komunikasi.html
http://mantanresidivis.wordpress.com/2010/05/01/perkembangan-mutakhir-ilmu-komunikasi/
http://www.docstor.com/docs/25154554/HAKIKAT-MANUSIA-DALAM-PANDANGAN
0 komentar:
Posting Komentar
Jangan lupa share ya... :D