A.
Pendahuluan
Era kemajuan teknologi sebagai
lambang globalisasi tidak terkecuali dengan perkembangan media sebagai sarana
komunikasi, sehingga media turut berpartisipasi dalam kemajuan zaman atau
modernisasi, karena untuk memperoleh informasi di tengah kemajuan teknologi
menjadi lebih mudah, tanpa dibatasi ruang ataupun waktu.
Tetapi kemajuan media yang
dipengaruhi unsur kemajuan teknologi tersebut bukan berarti melepaskan sisi
negatif yang selalu bersama dengan sisi positif yang dibawa oleh perkembangan
media, karena tidak sedikit dampak negatif yang ditimbulkan akibat kemudahan
dan kebebasan dalam memperoleh atau membagi informasi tersebut melalui media.
Disebabkan alasan logis
tersebut, diperlukan pembahasan mengenai
sisi positif dan negatif dari media tersebut, serta dalam lingkup filsafat,
pemahaman terhadap hakikat dari media sangat diperlukan, sehingga perumusan
tersebut ingin dituangkan ke dalam makalah sederhana ini, dengan harapan dapat
bermanfaat dan mencapai tujuan yang diharapkan dalam pembuatan makalah ini,
yaitu pemahaman terhadap media dari sisi positif dan negatif, serta memberikan
tawaran solusi untuk diimplementasikan.
B.
Hakikat
Kehadiran Media Bagi Umat Manusia
Media komunikasi merupakan sarana
untuk memperoleh informasi, dalam pengertiannya berfungsi sebagai sarana untuk
memperluas dan memperbesar kemampuan umat manusia untuk membina jalinan hubungan
komunikasi dengan manusia lainnya, hubungan komunikasi antar manusia tersebut melalui
jalur media komunikasi dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas hidup dan
kualitas peradaban manusia sendiri, sehingga perkembangan media komunikasi
telah dapat mengantarkan manusia memasuki satu peradaban yang memberi kemungkinan
untuk menembus ruang dan waktu.[1]
Media massa adalah saluran
penyampaian pesan dari komunikan yang relatif tidak terbatas dan bersifat
heterogen, karena memiliki kemampuan untuk mempengaruhi khalayak, bahkan dapat
memaksa khalayak untuk melakukan hal yang luar biasa dalam mempengaruhi seseorang
mulai dari proses kognitif hingga efektif maupun behavioural, sehingga dampak
yang diakibatkan media massa menjadi perhatian para pakar komunikasi dan
mencoba menilai media, dan memunculkan sejumlah teori mengenai penilaian
terhadap media tersebut.[2]
Munculnya keprihatinan para pakar
tersebut seiring dengan ketakutan terhadap kekuatan media yang dianggap dapat
mengendalikan pikiran orang, sehingga untuk mengantisipasi ketakutan tersebut
telah dilakukan berbagai kajian ilmiah terutama bagi kalangan masyarakat yang
dapat menerima kehadiran media[3],
dalam pandangan terhadap efek media yang dapat mempengaruhi khalayak, beberapa
pakar mempunyai perbedaan dalam mengenai efek media bagi khalayak, berikut
sebagian pendapat yang berbeda dalam menginterpretasikan efek media bagi
khalayak:[4]
1.
Menurut
Scharam, menyatakan efek hanyalah perubahan perilaku manusia setelah diterpa
pesan media
2.
Menurut
Steven M. Chaffee, melihat efek pesan yang disampaikan media adalah pendekatan
media yang meletakkan pendekatan pertama dalam mempelajari pengaruh media massa,
sedangkan pendekatan kedua melihat jenis perubahan yang terjadi pada diri
khalayak, seperti perubahan perasaan, perubahan sikap, dan perubahan perilaku,
atau dengan istilah lain adalah perubahan kognitif, afektif dan behavioural, sedangkan
pendekatan ketiga adalah meninjau satuan observasi yang dikenai efek media
massa seperti individu, kelompok, organisasi, masyarakat atau sebuah bangsa.
3.
Menurut McLuhan,
menyatakan bahwa kehadiran media massa mempunyai efek bagi khalayak, teori yang
dikemukakan McLuhan disebut dengan teori perpanjangan alat indra.
Sebagai alat, media komunikasi
membantu manusia mendistribusikan ide-ide, gagasan, dan pikirannya dalam bentuk
lambang yang berarti kepada manusia lainnya, selain memproduksi dan
mendistribusikan pesan, media komunikasi juga membantu, menyimpan pesan-pesan
komunikasi berupa ide-ide, gagasan, dan pikiran manusia, dengan kemampuan yang
terbatas untuk mengingat seluruh informasi yang ada, diterimanya, dan yang
dibutuhkannya, sehingga membutuhkan sarana tertentu untuk menyimpan
informasi-informasi tersebut untuk kemudian ditemukan kembali pada saat yang diperlukan.[5]
Media dipenuhi dengan rekayasa yang tersembunyi
dan berdampak pada kesadaran pembaca, atau pendengar, agar meyakini opini
sebagai kebenaran dan fakta, media adalah perayu ulung (demagogy) dan
hampir selalu sukses melakukan hipnotis kepada massa, sehingga sulit untuk membedakan
media yang dianggap bermutu dan yang tidak.[6]
C.
Penanggulangan
Kekerasan dan Pornografi dalam Media
Memang media di Indonesia, baik media elektronik
maupun cetak, kini dipenuhi dengan berbagai bentuk atraksi kekerasan, seperti lebih
memilih untuk menjadi pembuat api di tengah konflik untuk mendapatkan
keuntungan daripada pencipta perdamaian, kekerasan tersebut melibatkan
kekerasan linguistik dalam bentuk penggunaan kata-kata yang bersifat sarkastik,
kekerasan simbolik, kekerasan virtual, sampai pada kekerasan yang dari luar
tampak lembut, tetapi memiliki cara pandang yang rasistis dan diskriminatif, kondisi
seperti ini memang mengundang sebuah keprihatinan tersendiri, sehingga para
orang tua banyak yang bingung dengan pola pendidikan anaknya, ataupun para
praktisi pendidikan.[7]
Kekerasan diartikan sebagai kekuatan untuk memaksa,
dalam paksaan ditemukan unsur dominasi, dominasi tersebut berada pada tatanan
yang terlihat sampai yang tidak terlihat, bentuk-bentuk dominasi tersebut dapat
dilihat dari dominasi fisik, dominasi verbal, moral, dan psikologis, dominasi
tersebut berdampak negatif pada manusia, karena secara langsung bisa
menciptakan luka fisik dan psikologis, dominasi tersebut dapat dilihat di dalam
penggunaan kekuatan bersenjata, manipulasi politik melalui fitnah, pemberitaan
yang tidak berimbang tentang suatu peristiwa, pernyataan-pernyataan yang
mendiskreditkan pihak tertentu, dan penghinaan eksplisit yang secara jelas
melukai hati orang yang mendengarnya.[8]
Kekerasan didefinisikan sebagai
prinsip tindakan yang mendasarkan diri pada kekuatan untuk memaksa pihak lain
tanpa persetujuan, bentuk dari kekerasan antara lain; fisik, verbal, moral,
psikologis atau melalui gambar, kekerasan secara verbal (ungkapan) yang nyata
seperti; penggunaan kekuatan, manipulasi, fitnah, pemberitaan yang tidak benar,
pengkondisian yang merugikan, kata-kata yang memojokkan, dan penghinaan, logika
kekerasan merupakan logika kematian karena bisa melukai tubuh, melukai secara
psikologis, merugikan, dan bisa menjadi ancaman terhadap integritas pribadi.[9]
Kekerasan yang paling banyak dan
cenderung disukai di negara Indonesia adalah kekerasan pada berita-berita
kriminal, kekerasan ini biasa disebut sebagai “kekerasan dokumen”, yaitu
penayangan gambar kekerasan yang dipahami pemirsa sebagai dokumentasi atau
rekaman fakta kekerasan, penggambaran bisa melalui tindakan (pembunuhan,
pertengkaran, perkelahian, kerusuhan dan tembakan), atau situasi (konflik,
luka, tangis) karena emosi yang terungkap menggambarkan perasaan yang terdalam.[10]
Etika komunikasi diperlukan untuk
mendukung suatu politik media yang protektif terhadap mereka yang rentan,
tetapi tidak represif, politik media seharusnya diarahkan untuk perlindungan
anak dari siaran yang merugikan, perlindungan bukan berupa hukuman, tetapi
lebih kepada pendampingan anak-anak saat berinteraksi dengan media.[11]
Media massa merupakan media dalam
menyampaikan informasi perubahan kepada masyarakat, sehingga dianggap sebagai
alat konstruksi sosial yang paling ampuh, tetapi pesan yang dibawa media massa
tidak hanya bersifat positif, tapi juga bersifat negatif, bahkan kadang-kadang
pesan positif dimodifikasi hingga menjadi negatif, dalam kaitannya dengan
permasalahan gender, media massa sebenarnya merupakan alat strategis untuk
mengubah paradigma masyarakat terhadap tindak kekerasan pada perempuan karena
memiliki hegemoni untuk membangun opini publik, di lain pihak, media massa
ternyata menjadi alat strategis untuk mengembangkan bahkan melestarikan tindak
kekerasan pada perempuan, berkaitan dengan kemampuan media yang dapat
menciptakan realitas sosial.[12]
Jika sudah seperti itu, kekerasan pun tidak lagi
dipersepsi sebagai kekerasan, melainkan sebagai sesuatu yang wajar, atau yang
lebih berbahaya lagi, kekerasan dianggap sebagai sebuah tata normatif, sehingga
suatu tindak kekerasan tidak dapat didiamkan begitu saja, karena tindakan tersebut
dapat dianggap biasa, kemudian semakin didiamkan terus, orang yang justru tidak
melakukan tindakan kekerasan justru malah menjadi orang yang bersalah.[13]
Pornografi hanya melecehkan wanita
dan menjadikan wanita hanya sebagai objek seksual dan korban pemuas hasrat, menurut
kau feminist, pornografi erat hubungannya dengan kekerasan terhadap
wanita-gender, tetapi pornografi secara kontinyu (terus-menerus), seperti yang
diungkapkan David Trend, dapat memicu terjadinya kasus kriminalitas seperti
perkosaan.[14]
D.
Penutup
Bagian akhir dari pembahasan adalah
kesimpulan dari uraian pembahasan tersebut, yaitu sebagai berikut:
1.
Hakikat
media bagi umat manusia adalah sebagai sarana komunikasi dan jalur pembina
hubungan sosial antara individu atau kelompok, dengan kemajuan zaman menjadikan
kemudahan dalam perolehan informasi tersebut tanpa terbatas jarak atau waktu.
Penanggulangan kekerasan dan pornografi dalam media adalah tidak
terlepas dari peranan individu masing-masing, sehingga literasi media bagi
setiap konsumen informasi melalui media menjadi sebuah keharusan, peningkatan
pemahaman mengenai media adalah salah satu jalan agar setidaknya meminimalisir
dampak negatif dari media itu sendiri.
[1]http://www.scribd.com/doc/11435697/46/C-HAKIKAT-KEHADIRAN-MEDIA-KOMUNIKASI-BAGI-KEHIDUPAN-MANUSIA
(Online: 4 Mei 2012)
[2]Werner J Severin dan James W. Tankard, Teori Komunikasi: Sejarah,
Metode dan Terapan di dalam Media Massa, pent. Sugeng Hariyanto, Jakarta:
Kencana, 2005 h. 320.
[3]B. Aubrey Fisher, Teori-teori Komunikasi, pent. Soejono Trimo,
Bandung: Remaja Rosdakarya, 1986, h. 180.
[4]Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1986, h. 220.
[5]http://www.scribd.com/doc/11435697/46/C-HAKIKAT-KEHADIRAN-MEDIA-KOMUNIKASI-BAGI-KEHIDUPAN-MANUSIA
(Online: 4 Mei 2012)
[6]http://id.shvoong.com/books/1942088-etika-komunikasi-menipulasi-media-kekerasan/
(Online: 4 Mei 2012)
[7]http://rumahfilsafat.com/2008/02/24/menyingkap-ciri-estetik-%E2%80%9Ckekerasan%E2%80%9D-media/ (Online: 4 Mei 2012)
[8]Haryatmoko,
Etika Komunikasi Politik, Yogyakarta: Kanisius, 2007, h. 119-143.
[9]http://komkumuwa.blog.com/2009/02/06/menghadapi-kekerasan-dalam-media/
(Online: 4 Mei 2012)
[10]http://ruangstudio.blogspot.com/2009/04/kekerasan-dalam-media.html
(Online: 4 Mei 2012)
[11]http://komkumuwa.blog.com/2009/02/06/menghadapi-kekerasan-dalam-media/
(Online: 4 Mei 2012)
[12]http://luciatriedyana.wordpress.com/tag/kekerasan-dalam-media/
(Online: 4 Mei 2012)
[13]Reza A.A Wattimena, Melampaui Negara Hukum
Klasik, Yogyakarta: Kanisius, 2007, h. 204-209.
[14]http://luciatriedyana.wordpress.com/tag/kekerasan-dalam-media/
(Online: 4 Mei 2012)
DAFTAR PUSTAKA
Fisher, B. Aubrey,
Teori-teori Komunikasi, pent. Soejono Trimo, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1986.
Haryatmoko, Etika Komunikasi Politik,
Yogyakarta: Kanisius, 2007.
Rakhmat, Jalaluddin, Psikologi
Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1986.
Severin, Werner J, dan James
W. Tankard, Teori Komunikasi: Sejarah, Metode dan Terapan di dalam Media
Massa, pent. Sugeng Hariyanto, Jakarta: Kencana, 2005
Wattimena, Reza A.A,
Melampaui Negara Hukum Klasik, Yogyakarta: Kanisius, 2007.
http://id.shvoong.com/books/1942088-etika-komunikasi-menipulasi-media-kekerasan/
http://komkumuwa.blog.com/2009/02/06/menghadapi-kekerasan-dalam-media/
http://luciatriedyana.wordpress.com/tag/kekerasan-dalam-media/
http://ruangstudio.blogspot.com/2009/04/kekerasan-dalam-media.html
http://rumahfilsafat.com/2008/02/24/menyingkap-ciri-estetik-%E2%80%9Ckekerasan%E2%80%9D-media/
http://www.scribd.com/doc/11435697/46/C-HAKIKAT-KEHADIRAN-MEDIA-KOMUNIKASI-BAGI-KEHIDUPAN-MANUSIA
0 komentar:
Posting Komentar
Jangan lupa share ya... :D