Selasa, 01 November 2011

FILSAFAT ILMU: SEKILAS TENTANG SAINS, FILSAFAT, DAN AGAMA


BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Manusia adalah makhluk yang dinamis serta mempunyai progresivitas beragam sejalan dengan karakternya masing-masing, hal ini merupakan pembuktian bahwa manusia sebagai ciptaan paling sempurna oleh Tuhan, yaitu dengan pengembangan potensi yang dimiliki oleh setiap manusia, sehingga potensi yang dimiliki oleh manusia dapat tersebar atau saling terbagi secara sengaja atau tidak, atau secara sadar atau tidak.
Potensi tersebut adalah pengetahuan yang merupakan bentuk eksplorasi dari usaha manusia memperoleh sebuah pengetahuan di setiap kondisi atau situasi yang selalu berbeda, dengan kemampuan menganalisa serta menterjemahkan keadaannya, dengan akal yang dimiliki menjadikan manusia selalu menunjukkan progresivitas dalam setiap proses transformasi.
Pengetahuan selalu diterjemahkan berbeda seiring dengan periode yang dilewati, karena selalu berbeda pada masa yang berbeda disebabkan setiap dinamika yang ditampilkan sebuah kelompok manusia mempunyai output berbeda dan merupakan hasil dari penelitian secara akademik ataupun alamiah.
Pembahasan mengenai pengetahuan atau ilmu adalah pembahasan menarik untuk dikaji dan didiskusikan dalam setiap dekade, terutama era kejayaan para filsuf (ahli filsafat) yang membahas antara sains, filsafat, bahkan agama, sehingga berkaitan dengan materi yang ditawarkan di dalam mata kuliah Filsafat Ilmu berkaitan dengan pembahasan ketiga hal tersebut, maka makalah ini diberi judul “Sekilas tentang Sains,  Filsafat, dan Agama.”
B.     Rumusan Masalah
Adapun yang dijadikan sebagai perumusan masalah yang akan dibahas di dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
  1. Bagaimana deskripsi sains?
  2. Bagaimana deskripsi filsafat?
  3. Bagaimana deskripsi agama?

C.    Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah dapat menjelaskan permasalahan yang telah dirumuskan yaitu:
  1.    Deskripsi sains.
  2.     Deskripsi filsafat.
  3.     Deskripsi agama.

BAB II
PEMBAHASAN


A.    Deskripsi Sains
Kata sains berasal dari bahasa Latin “scientia” yang berarti pengetahuan, berdasarkan Webster new collegiate dictionary, definisi dari sains adalah “pengetahuan yang diperoleh melalui pembelajaran dan pembuktian” atau “pengetahuan yang melingkupi suatu kebenaran umum dari hukum-hukum alam yang terjadi misalnya didapatkan dan dibuktikan melalui metode ilmiah.[1]
Sains bukanlah kumpulan pengetahuan semesta alam atau kegiatan yang dapat dijadikan dasar bagi kegiatan yang lain, tetapi merupakan teori, prinsip, atau dalil yang berguna bagi pengembangan teori, prinsip, atau dalil lebih lanjut, atau dengan kata lain untuk menemukan teori, prinsip, atau dalil baru. Sehingga Ziman mendifinisikan Ilmu pengetahuan adalah rangkaian konsep dan kerangka konseptual yang saling berkaitan dan telah berkembang sebagai hasil percobaan dan pengamatan yang bermanfaat untuk percobaan lebih lanjut Pengertian percobaan di sini adalah pengkajian atau pengujian terhadap kerangka konseptual, ini dapat dilakukan dengan penelitian (pengamatan dan wawancara) atau dengan percobaan (eksperimen).[2]
Pengetahuan adalah pembentukan pemikiran asosiatif yang menghubungkan atau menjalin sebuah pikiran dengan kenyataan atau dengan pikiran lain berdasarkan pengalaman yang berulang-ulang tanpa pemahaman mengenai kausalitas yang hakiki dan universal, adapun ilmu adalah akumulasi pengetahuan yang menjelaskan kausalitas dari suatu objek menurut metode-metode tertentu yang merupakan suatu kesatuan sistematis, sehingga pengetahuan atau sains mengalami perbedaan meskipun dalam pengertian tidak berbeda.[3]
B.     Deskripsi Filsafat
Filsafat adalah pengetahuan metodis, sistematis dan koheren tentang seluruh kenyataan (realitas), filsafat merupakan refleksi rasional (fikir) atas keseluruhan realitas untuk mencapai hakikat (kebenaran) dan memperoleh hikmat (kebijaksanaan). Menurut Al-Kindi (801 - 873 M): “kegiatan manusia yang bertingkat tertinggi adalah filsafat yang merupakan pengetahuan benar mengenai hakikat segala yang ada sejauh mungkin bagi manusia, bagian filsafat yang paling mulia adalah filsafat pertama, yaitu pengetahuan kebenaran pertama yang merupakan sebab dari segala kebenaran.” Karl Popper menulis bahwa semua orang adalah filsuf, karena semua mempunyai salah satu sikap terhadap hidup dan kematian.[4]
Menurut Aristoteles (384-322 sM), pemikiran kita melewati 3 jenis abstraksi (abstrahere  = menjauhkan diri dari, mengambil dari).  Tiap jenis abstraksi melahirkan satu jenis ilmu pengetahuan dalam bangunan pengetahuan yang pada waktu itu disebut filsafat:[5]
1.      Aras abstraksi pertama – fisika, manusia mulai berfikir pada saat mengamati, dalam berfikir, akal dan budi “melepaskan diri” dari pengamatan inderawi segi-segi tertentu, yaitu “materi yang dapat dirasakan” (“hyle aistete”). Dari hal-hal yang partikular dan nyata, ditarik daripadanya hal-hal yang bersifat umum: itulah proses abstraksi dari ciri-ciri individual. Akal budi manusia, bersama materi yang “abstrak” itu, menghasilan ilmu pengetahuan yang disebut “fisika” (“physos” = alam).
2.      Aras abstraksi kedua - matesis. Dalam proses abstraksi selanjutnya, manusia dapat melepaskan diri dari materi yang kelihatan, hal tersebut terjadi kalau akal budi melepaskan dari materi hanya segi yang dapat dimengerti (“hyle noete”). Ilmu pengetahuan yang dihasilkan oleh jenis abstraksi dari semua ciri material ini disebut “mathesis” (“matematika” – mathesis = pengetahuan, ilmu).
3.      Aras abstraksi ketiga - teologi atau “filsafat pertama”. Manusia dapat meng-“abstrahere” dari semua materi dan berfikir tentang seluruh kenyataan, tentang asal dan tujuannya, tentang asas pembentukannya, dan sebagainya.  Aras fisika dan aras matematika jelas telah ditinggalkan, pemikiran pada aras ini menghasilkan ilmu pengetahuan yang oleh Aristoteles disebut teologi atau “filsafat pertama”, tetapi  karena ilmu pengetahuan ini “datang sesudah” fisika, maka dalam tradisi selanjutnya disebut metafisika.
Berdasarkan definisi atau makna dari filsafat, maka filsafat dapat disimpulkan memiliki karakteristik sebagai berikut:[6]
1.      Universal atau menyeluruh;
2.      Radikal atau mengakar atau mendasar; dan
3.      Spekulatif.

C.    Deskripsi Agama
Agama dalam bahasa Latin disebut dengan “Religios”, “Religion” (bahasa Inggris, Jerman, Perancis), “Religie” (bahasa Belanda),[7] yang keseluruhannya secara garis besar mempunyai arti mengikat atau menambatkan karena terkait bahwa agama adalah ikatan yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan. Sedangkan kata agama berasal dari bahasa Sansekerta, terdiri dari dua kata yaitu “a” dan “gama”, “a” berarti tidak dan “gama” berarti kacau, sehingga secara etimologi agama berarti tidak kacau atau teratur.[8]
Adapun definisi agama secara spesifik tidak ditemukan karena banyaknya definisi-definisi agama yang menyesuaikan dengan bagaimana memaknai agama tersebut, akan tetapi Harun Nasution merangkumkan definisi-definisi agama dari berbagai pendapat dan disimpulkan ke dalam beberapa definisi yaitu sebagai berikut:[9]
1.      Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang harus dipatuhi.
2.      Percaya terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai manusia.
3.      Mengikatkan diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada suatu sumber yang berada di luar diri manusia dan yang mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia.
4.      Kepercayaan pada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan cara hidup tertentu.
5.      Suatu sistem tingkah laku (code of conduct) yang berasal dari suatu kekuatan gaib.
6.      Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini bersumber pada suatu kekuatan gaib.
7.      Pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia.
8.      Ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang rasul.
Dapat dipahami bahwa manusia membutuhkan agama untuk keteraturan mutlak dan baku, serta merupakan naluri manusia sejak lahir dengan memiliki potensi untuk beragama karena kebutuhannya terhadap adanya aturan yang diyakini menjadikan kebahagiaan dan kesejahteraan bagi manusia tersebut.
Agama dapat disimpulkan sebagai sumber sistem nilai dan merupakan petunjuk, pedoman, dan pendorong atau motivasi bagi manusia untuk memecahkan segala bentuk permasalahan dalam setiap aspek kehidupan, dalam kata lain agama menjadi solusi dalam setiap permasalahan manusia sehingga agama dapat terbentuk ke dalam setiap pola hidup, tujuan hidup, dan perilaku atau tingkah laku manusia yang dilakukan manusia karena menginginkan serta mengharapkan keridhaan dari Tuhan yang diyakini dapat memberikan kesejahteraan dan kebahagiaan yang diharapkan.[10]
Nurcholish Madjid menuturkan bahwa semua agama secara umum menyatakan titik pusat perhatian utama terhadap hidup manusia adalah bagian hidup kerohaniannya atau sisi lain dari kehidupan manusia, kehidupan kerohanian merupakan kawasan atau wilayah yang tidak hanya sekedar fakta yang dapat diketahui rinciannya melalui berita yang berasal dari Tuhan dan disampaikan atau diwahyukan kepada seorang penerima wahyu dan yang membenarkan berita itu untuk disampaikan.[11]
Dalam Tahslul al- Sa’adah Al Farabi dengan jelas menyatakan pandangannya tentang sifat agama dan filsafat serta hubungan antara keduanya: Ketika seseorang memperoleh pengetahuan tentang wujud atau memetik pelajaran darinya, jika dia memahami sendiri gagasan-gagasan tentang wujud itu dengan inteleknya, dan pembenarannya atas gagasan tersebut dilakukan dengan bantuan demonstrasi tertentu, maka ilmu yang tersusun dari pengetahuan-pngetahuan ini disebut filsafat.
Tetapi jika gagasan-gagasan itu diketahui dengan membayangkannya lewat kemiripan-kemiripan yang merupakan tiruan dari mereka, dan pembenaran terhadap apa yang dibayangkan atas mereka disebabkan oleh metode-metode persuasive, maka orang-orang terdahulu menyebut sesuatu yang membentuk pengetahuan-pengetahuan ini agama. Jika pengetahuan-pengetahuan itu sendiri diadopsi, dan metode-metode persuasive digunakan, maka agama yang memuat mereka disebut filsafat popular, yang diterima secara umum dan bersifat eksternal.
Al- Farabi menghidupkan kembali klaim kuno yang menyatakan bahwa agama adalah tiruan dari filsafat, baik agama maupun filsafat berhubungan dengan realitas yang sama, keduanya terdiri dari subjek-subjek yang serupa dan sama-sama melaporkan prinsip-prisip tertinggi wujud (yaiu, esensi prinsip pertama dan esensi dari prinsip-prinsip yang nonfisik). Keduanya juga melaporkan tujuan puncak yang diciptakan manusia -yaitu, kebahagiaan tertingi- dan tujuan puncak dari wujud-wujud lain, tetapi dikatakan Al-Farabi, filsafat memberikan laporan berdasarkan persepsi intelektual, sedangkan agama memaparkan laporannya berdasarkan imajinasi, dalam setiap hal yang didemonstrasikan oleh filsafat, agama memakai metode-metode persuasive untuk menjelaskannya.[12]




[1]http://www.rsciencemadesimple.com/science-definition.html (Online: 6 Oktober 2011).

[2]Heru Basuki, Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Kemanusiaan dan Budaya, Download Version, h. 23.

[3]Arif Subiyantor, dan FX. Suwarto, Metode dan Teknik Penelitian Sosial, Yogyakarta: Andi Offset, 2007.

[4]Heru Basuki, Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Kemanusiaan dan Budaya, Download Version, h. 27.

[5]Ibid.

[6]Burhanuddin Salam, Sejarah Filsafat Ilmu dan Teknologi, Jakarta: Rineka Cipta, 2000, h. 4.

[7]Abu Ahmadi dan Noor Salimi, Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam, Cet. 2, Jakarta: Bumi Aksara, 1994, h. 3.

[8]M. Yusran Asmuni, Pengantar Studi Alquran, al-Hadits, Fiqh, dan Pranata Sosial (Dirasah Islamiyah I), Cet. 2, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001, h. 1-2.

[9]Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Cet. 5, Jakarta: UI Press, 1985, h. 10.


[10]Abu Ahmadi dan Noor Salimi, Dasar-Dasar Pendidikan..., h. 4.

[11]Yayasan Festival Istiqlal, Ruh Islam dalam Budaya Bangsa: Wacana Antar Agama dan Bangsa, Jakarta: Bina Rena Pariwara, 1996, h. 46.

[12]Osman Bakar, Hierarki Ilmu: Membangun Rangka-Pikir Islamisasi Ilmu menurut Al-Farabi, Al-Gazali, Quthb al-Din Al-Syirazi, Pent. Purwanto, dari buku asli, Classification of Knowledge in Islam: a Study in Islamic Philosophies of Science, Bandung: Mizan, 1992, h. 17.

BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
Sebagai kesimpulan dari semua pembahasan yang telah diuraikan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
  1. Sains dapat diartikan pengetahuan yang diperoleh dari usaha pembelajaran atau dengan adanya usaha untuk membuktikan sesuatu, atau melingkupi dari kebenaran umum dari hukum alam yang terjadi, dan sains adalah teori atau prinsip yang berguna untuk menguatkan atau untuk menemukan teori atau prinsip lainnya.
  2. Filsafat adalah bentuk pengetahuan metodis, sistematis, serta koheren mengenai seluruh kenyataan atau realitas sebagai bentuk refleksi rasional atas semua realitas untuk mencapai kebenaran dan mendapatkan kebijaksanaan.
  3. Agama secara garis besar adalah tata aturan manusia yang diyakini, dan di dalam agama membicarakan suatu kekuatan gaib atau bersifat metafisik yang memiliki wewenang dan merupakan asal mula sesuatu yang disebut dengan Tuhan.
B.     Saran
Makalah ini adalah sebuah karya yang masih mempunyai banyak kekurangan serta jauh dari sempurna, sehingga membutuhkan kritik dan saran yang membangun sebagai bentuk dukungan untuk perbaikan di lain kesempatan dan agar bisa melangkah lebih maju, ucapan terima kasih yang sebanyak-banyaknya terhadap segala perhatian dan permohonan maaf yang sebesar-besarnya atas segala kekurangan yang disengaja ataupun tidak disengaja.


DAFTAR PUSTAKA


Ahmadi, Abu, dan Noor Salimi, Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam, Cet. 2, Jakarta: Bumi Aksara, 1994.
Asmuni, M. Yusran, Pengantar Studi Alquran, al-Hadits, Fiqh, dan Pranata Sosial (Dirasah Islamiyah I), Cet. 2, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001.
Bakar, Osman, Hierarki Ilmu: Membangun Rangka-Pikir Islamisasi Ilmu menurut Al-Farabi, Al-Gazali, Quthb al-Din Al-Syirazi, Pent. Purwanto, dari buku asli, Classification of Knowledge in Islam: a Study in Islamic Philosophies of Science, Bandung: Mizan, 1992, h. 17.
Basuki, Heru, Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Kemanusiaan dan Budaya, Download Version
Nasution, Harun, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Cet. 5, Jakarta: UI Press, 1985.
Salam, Burhanuddin, Sejarah Filsafat Ilmu dan Teknologi, Jakarta: Rineka Cipta, 2000.
Subiyantoro, Arif, dan FX. Suwarto, Metode dan Teknik Penelitian Sosial, Yogyakarta: Andi Offset, 2007.
Yayasan Festival Istiqlal, Ruh Islam dalam Budaya Bangsa: Wacana Antar Agama dan Bangsa, Jakarta: Bina Rena Pariwara, 1996.
http://www.rsciencemadesimple.com/science-definition.html

0 komentar:

Posting Komentar

Jangan lupa share ya... :D