This is default featured slide 1 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
This is default featured slide 2 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
This is default featured slide 3 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
This is default featured slide 4 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
This is default featured slide 5 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
Selasa, 08 Maret 2016
Naskah Syarhil Qur'an: MENATA KEMBALI MORAL ETIK BANGSA INDONESIA
02.13
7 comments
بسم الله الرّحمن الرّحيم
الحمدلله، والصّلاة والسّلام على رسول لله، سيّدنا
والنبيّنا محمد ابن عبدلله، وعلى آله وصحبه ومن الوّله، ومن تبع الهداه، إلى يوم
الخشرة والنّدامة، أمّا بعد.
Para ulama dan tokoh masyarakat, para guru yang kami
muliakan
Dewan hakim yang berbahagia
Hadirin yang mudah-mudahan
mendapatkan berkah dari Allah swt.
Hossein Nasr,
seorang pemikir Islam kontemporer, melihat bahwa masyarakat modern yang sering
diistilahkan sebagai the post industrial society, yaitu suatu masyarakat
yang telah mencapai tingkat kemakmuran material, dengan perangkat teknologi
yang serba mekanik dan otomatis, bukan semakin mendekati kebahagiaan hidup,
tetapi selalu dihantui oleh perasaan cemas dengan kemewahan hidup yang
dimiliki.
Kritikan tajam
tersebut, mengarah kepada realita kehidupan kita yang cenderung hipokrit atau
munafik, menjurus kepada kehidupan hedonistik, atau kehidupan yang dipenuhi
oleh buaian materi keduniaan, tidak terima kata kesusahan, jijik dengan
kemiskinan, rentan melakukan penipuan, ditambah anti kritikan, apalagi pesan
moral keagamaan, jika ini terjadi pada insan pemegang kebijakan, atau yang
berada di tampuk kepemimpinan, tentu bukan kesejahteraan rakyat yang didapatkan,
tetapi kerusakan berkelanjutan yang berkepanjangan.
Dalam lingkup
Negara kita Indonesia, potret masyarakat hedonistik ini telah menjamur di semua
kalangan tak terbatas jabatan atau profesi, hanya dibedakan oleh kuantitas
nilai yang tertanam dalam setiap individu, dibuktikan dengan banyaknya
tersangka korupsi, atau pelaku kriminal berdasi, sehingga krisis kepercayaan
semakin marak terjadi, tidak hanya pada ranah profesi atau batasan umur, tapi
sudah menembus wilayah ideologi. Pepatah arab mengatakan:
النّاس على الدّين ملوكهم
“Agama manusia
sangat bergantung pada agama penguasanya”
Agama Islam
sebagai sebuah sistem kepercayaan sekaligus sistem nilai, secara konsep
meletakkan nilai-nilai atau tatanan normatif kepada setiap insan yang meyakini
dalam ajarannya, tetapi secara praktek tidak banyak teraplikasi, sehingga
tujuan dan tuntunan agama Islam dalam pembentukkan karakter tidak dapat tercapai
sepenuhnya.
Minimnya nilai-nilai keagamaan yang tertanam pada
setiap pribadi, menjadi salah satu alasan banyaknya konflik di negeri ini,
seperti tidak dapat menemukan solusi, pada setiap permasalahan yang terjadi,
sehingga bukan mendapatkan pemecahan masalah inti, malah menambah problema yang
baru lagi, padahal masih banyak pekerjaan yang lebih berarti, tentunya lebih
bermanfaat bagi penduduk negeri, yang dulunya dibuai oleh janji-janji, karena meminta
kepercayaan untuk bisa menjadi seperti sekarang ini.
Berangkat dari
upaya perbaikan berkelanjutan, kami ingin memberikan sedikit masukan, bertujuan
bisa membentuk clean government and good government, untuk negeri ini di
masa depan, semoga bermanfaat untuk setiap kalangan, melalui kajian terhadap
ayat-ayat al-Qur'an, yang diuraikan dalam bentuk syarhil qur’an, yang berjudul:
MENATA KEMBALI MORAL ETIK BANGSA INDONESIA. Dengan merujuk kepada
al-Qur'an surah an-Nisa ayat 59:
Naskah Syarhil Qur'an: KELUARGA DAN PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK BANGSA
02.08
9 comments
بسم الله الرّحمن الرّحيم
الحمدلله ربّ العالمين، والصّلاة والسّلام على اسراف
الأنبياء والمرسلين، سيّدنا ونبيّنا محمّد، وعلى آله وأصحابه أجمعين، أمّابعد.
Para ulama dan tokoh masyarakat yang kami muliakan,
Dewan hakim yang kami hormati,
Bapak ibu pengunjung yang dimuliakan Allah.
Dalam
mukadimah Konvensi Hak-Hak Anak yang disetujui oleh PBB, tanggal 20 November
1989, menimbang bahwa seorang anak sepenuhnya harus dipersiapkan untuk
menjalani kehidupan sebagai pribadi dalam suatu masyarakat, sehingga harus
dibesarkan dalam semangat cita-cita yang telah diproklamirkan pada piagam PBB.
Maksudnya hadirin, setiap bangsa telah menaruh perhatian intens terhadap anak
dan pendidikannya, karena pembahasan mengenai anak merupakan problematika urgen
dan harus menjadi prioritas.
Pendidikan
anak telah menjadi topik diskusi para pemikir Islam beberapa abad silam,
seperti al-Ghazali, al-Qabisi, Ibnu Sina, dan lainnya, juga menjadi diskusi
para pakar pendidikan Barat seperti John Amos Comenius, Jean Jacques Rousseau,
dan pakar-pakar lainnya yang meskipun berbeda pola pikir, tetapi memiliki
kesamaan dalam perhatian mereka terhadap anak.
Mengapa
demikian? Karena persoalan moralitas adalah problema yang selalu up to date
tak lekang oleh waktu, tak lapuk oleh zaman, dan persoalan perilaku adalah
komponen yang tidak lepas dari generasi penerus. Tetapi hadirin, dekadensi moral
telah menembus dinding usia ataupun kasta, sehingga bukan hanya anak-anak yang
tidak beradab, orang tua pun tidak sedikit yang tidak beradab, tidak hanya
generasi muda yang suka melanggar norma, orang dewasa pun sering tak punya tata
karma, sehingga hadirin, kemerosotan akhlak telah meracuni kaum muda, kaum tua,
tak peduli pria atau wanita, tak mengenal miskin ataupun kaya.
Berbicara
mengenai akhlak sebagai popular philosophy of morality, seakan seperti trending
topic yang tak pernah kunjung habis di kalangan akademisi, kalangan
ilmuwan, kalangan juru dakwah, kalangan ulama, kalangan orang tua, maupun
kalangan masyarakat secara luas. Mengapa demikian? Karena kajian mengenai
perilaku adalah pembahasan tentang kaidah kehidupan manusia, tentang aturan
yang harus dijalani, dan pedoman yang harus ditaati. Problematika perilaku
manusia seperti tidak kunjung habis, karena tidak sedikit orang kehilangan
pikiran logis, di depan berwajah manis, tapi hatinya dipenuhi hasrat iblis,
sehingga tidak ragu berbuat bengis, hatinya tertawa walaupun matanya menangis.
Oleh karena
itu hadirin, fenomena demoralisasi kronis yang telah banyak terjadi di negeri
ini, menimbulkan kegelisahan akademik kami, untuk bisa memberikan kontribusi
yang berarti, sebagai bentuk kepedulian terhadap bangsa ini, untuk memberikan
konsep solutif-konstruktif terkini, melalui syarhil qur’an kami, yang berjudul:
KELUARGA DAN PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK BANGSA. Dengan merujuk pada ayat
al-Qur'an surah at-Tahrim ayat 6:
Makalah MMQ: DISKURSUS KOMPARASI PRO-KONTRA KESETARAAN GENDER DAN KEPEMIMPINAN WANITA DALAM ISLAM
02.04
No comments
A. PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Secara umum perempuan selalu dimunculkan sebagai sosok
yang bermasalah ketika dikaitkan dengan organ-organ tubuhnya. Selama
berabad-abad paradigma ini mewarnai hampir seluruh budaya manusia dan kemudian
mendapatkan legitimasi dari agama-agama besar dunia, seperti Yahudi, Kristen,
dan Islam, atau mungkin beberapa agama lainnya.
Propaganda mengenai ketidakadilan dan ketidaksetaraan jenis
kelamin sosial (gender), merupakan wacana umum di kalangan akademisi,
disebabkan giatnya para aktivis feminimisme dalam mengkampanyekan hal tersebut.
Kegiatan kampanye kesetaraan gender ini, dalam lingkup para penganut agama
Islam menjadi sebuah dualisme perspektif karena masing-masing memiliki landasan
ayat al-Qur'an yang diinterpretasi menurut pandangan dan hasil pengetahuan
masing-masing.
Melihat fakta empiris, isu kesetaraan gender yang
mulai populer tersebut disebabkan banyaknya kasus diskriminasi yang terjadi
antara kaum lelaki dan wanita yang terjadi di masyarakat. Salah satu topik inti
dalam pembahasan gender adalah mengenai kelayakan wanita sebagai pemimpin.
Dalil yang diperdebatkan salah satunya adalah firman Allah dalam surah an-Nisa’
ayat 34:
Artinya: Kaum laki-laki itu adalah pemimpin
bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka
(laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki)
telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh,
ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada,
oleh karena Allah telah memelihara (mereka).
Sebagian pendapat menyatakan bahwa kalimat qawwamuun
tidak berarti penguasa atau majikan, sehingga perempuan memiliki hak yang sama
dengan secara skill. Pendapat lainnya juga memberikan interpretasi bahwa
kalimat qawwamuun berarti pemimpin, sehingga menurut sebagian ulama fiqh wanita
menurut syara’ tidak dapat dijadikan sebagai pemimpin.
Adanya dualisme pendapat inilah yang mendasari kajian
dalam makalah ini, dengan mencoba menganalisa pendapat dari dua belah pihak
secara subjektif antara pandangan aktivis feminimisme dan pandangan para pakar
yang kontra terhadap ideologi para aktivis feminimisme. Hal ini dilakukan untuk
memberikan kontibusi kajian ilmiah dan membuka pemahaman terhadap bentuk
perspektif kedua belah pihak mengenai kepemimpinan wanita.
2.
Rumusan Masalah dan Tujuan
Penulisan
Sebagai fokus konstruksi pembahasan makalah ini adalah
bagaimana uraian pendapat dari aktivis yang memperjuangkan penyetaraan hak
wanita mengenai kepemimpinan wanita dan uraian pendapat yang kontra terhadap
ideologi kaum feminis tersebut? Sehingga makalah ini akan membahas mengenai pandangan
feminimisme terhadap kepemimpinan wanita dan pendapat yang kontra terhadap kepemimpinan
wanita.
3.
Metodologi Pembahasan
Makalah ini diuraikan dengan menggunakan metodologi
studi komparasi-deskriptif dengan maksud memberikan kesimpulan secara subjektif
terhadap pandangan kedua belah pihak yang bertentangan dengan tujuan memberikan
analisa literatur terhadap temuan mengenai pembahasan yang telah ditentukan.